Jumat, 22 Mei 2009

resume buku judul Manajemen Berbasis Sekolah

PENDAHULUAN

Implementasi MBS di Indonesiamendapat dukungan vesar dari berbagai lembaga donor internasional. Misalnya Selndia baru donor kepada AS guna mendukung pelaksanaan program ini. Lembaga donor internasional tidak kalah antisias membantu pelaksanaan MBS di negeri ini. Negara-negara yang yang telah menerapkan MBS meyakini bahwa pendekatan ini akan menjadi resep yangcukup efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara komprehesi.























BAB I
Berbagai Definisi tentang MBS

Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, bernasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Bernasisi memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asa. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan mmberi pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitusemula diatur oleh birokrasi diluar sekolah menuju pengelolaan yang bernasisi pada potensi internal sekolah itu sendiri.
Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari school-Based Management ( SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika SErikat pada tahun 1970-an sebagai alternatifuntuk mereformasi pengelolaan pendidika atau sekolah. REformasi itu diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahuntidak dapat menunjuka peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah. Tuntutan perubahan lingkungan sekolah dimaksudkan antara lain tuntutan dunia kerja, tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan social, ekonomi, hokum,dan politik. Lulusan sekolah- sekolah saat itu dibawah standar untuan berbagai bidang kebutuhan, yang mengakibatkan kekecewaan banyak kalangan yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Defenisi- defenisi yang ditemukan cukup bervariasi. Ada yang lingkupnya luas sekali seingga mencakup kawasn politis, ada pula yang bermakna lebih sempit, yaitu hanya mencakup kawsan operasional sekolah bahkan ada yang lebih spesifik, yaitu pada proses belajar mengajar di kelas saja. Namun demikian, pada intinya sama, yaitu terjadinya pegeseran kewenangan yang semula berada di tangan birokrasi pemeritah pusat ataupun daerah menu ke lingkungan sekolah.
Definisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman (1996). Secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat local guna memajukan sekolah. Secara lebih sempit MBS hanya mengarah pada perubahan tanggung jawab pada bidang tertentu seperti yang dikemukakan Kubick (1988). MBS meletakkan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah menyangkut bidang anggaran, personal, dan kurikulum.
Oleh karena itu, MBS memberikan hak control proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Berdasarkan definisi tersebut, yang dimaksud kinerja sekolah adalah terjadinya lingkungan belajar yang efektif. Diyakini dengan adanya lingkungan belajar yang efektif maka prestasi belajar siswa, berupa prestasi akademik ataupun nonoakademik akan meningkat. Alasan ini sangat rasional karena lingkungan sekolahlah yang paling mengetahui bagaimana menciptakaan lingkungan belajar yang efektif bagi siswanya. Pelaksanaan MBS harus menentukan salah satu focus arah dan tujuan secara jelas, yaitu bagian mana kinerja sekolah yang akan ditingkatkan. Sulit untuk meningkatkan kinerja sekolah secara umum tanpa adanya arah yang jelas. Apakah akan trfokus pada mutu belajar siswa, mutu pengelolaan keuangan, mutu manajemen ekolah, mutu kurikulum, mutu personal, dan lain-lain. Dalam manajemen sekolah model MBS ini berarti tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. OLeh karena itu, warga sekolah memiliki otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efekif demiperkembangan jangka panjang sekolah.
MBS adalah bentuk alternative sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang senralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efesiensi, serta manajemen yang bertumpu pada sekolah. MBS dimaksudkan meningkatkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan , dan dikelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar pula menciptakaan kepala sekolah, guru, dan administrator yang professional. DEngan demikian, sekolah akan bersifat responsive terhadap kebutuhan masing-masing siswa dapat optmalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat. MBS didefinisiskan sebagai desentarilasasi otoritas pengambilan keputusan pada tingkat keputusan pda tingkat sekolah yang pada umumnya menyangkut tiga bidang , yaitu anggaran, kurikulum, dan personel. Dalam system MBS otoritas dapat dapat ditransfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah., dari daerah pemerintah daerah ke pengawas sekolah, dari pengawas sekolah kedewan sekolah, dari dewan sekolah ke kepala sekolah , guru, administrator, konselor, pengembang kurikulum, dan orang tua. MBS adalah suatu bentuk administrasi pendidikan, dimana sekolah menjadi unit utama dalam pengambilan keputusan.

Hal ini berbeda dengan bentuk tradisional manajemen pendidikan, dimana birokrasi pemerintah pusat sangat dominant dalam proses pembuatan keputisan. Dalam hal ini MBS disebut sebagai School-Based Decision Making and managementyang secara tegas disebut bahwa refer to a form of educational administration in wich the school become the primary unit for decision making. Itdiffers from more tradisional from of educational administration in which a central bureaucracy dominated the decision making proses. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesa menyebutkan MBS dengan Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Secara umum MPMBS diartikan sebagai model menejemen yang memberikan otonomi lebih besar dari pada sekolah dan mendorong pengambila keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung seua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarka kebijakan pendidika nasional. MBS merrupakan strategi dalam rangka jmeningkatkan kualitas pendidikan negeri.


MenurutRaynolds(1997) didefinisikan menjadi tiga komponen pokok sebagai berikut:
Pendelegasian otoritas kepada masing-masing sekolah untuk membuat keputusan tentang program pendidikan sekolah yang meliputi kepegawaian, anggaran, dan program.
Pengabdosian model pengambilan keputusan bersama pada tingkat sekolah oleh tim manajemen yang meliputi kepala sekolah, para guru, orang tua siswa, dan kadang para siswa dan anggota masyarakat.
Suatu harapan akan mempermudah kepeimpinan pada tingkat sekolah dalam upaya meningkatkan kualitassekolah.
MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena beberapa alas an antara lain pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sendiri sehingga sekolah dapatmengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya,. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dlam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat.

Alasan ekonomis seperti dijelaskan oleh King dan Ozler (1998) bahwa manajemen local dirasakan lebih efektif. Menurut mereka, para actor yang paling dirugikan atau diuntngkan dan yang akan paling memiliki informasi terbaik tentang apa yang terjadi di sekolah adalah paling baik untuk membuat keputusan yang sesuai. MBS menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kemajuan sekolah. Peryataannya adalah kemajuan dalam bidang apa? Reynolds (1997) yakin bahwa MBS dapat membawa kemajuan dalam dua areayang saling tergantung, yaitu (a) kemajuan program pendidkan dan pelayanan kepada siswa, orang tua siswa, dan masyarakat, dan (b) kualitasd lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi. Tujuan penerapan MBS untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber dayamanusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayannan pendidikan secara umum. Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan keterampilan, melainkan meningkatkan kesejahteraan juga. Sala stu keunggulan MBS adalah adanya pengetahuan kemampuan dan ekstisensi sumber daya manusia di sekolah. Tuntutan perlunya penerapan MBS semakin nyata seiring dengan perubahan karakteristik masyarakat. Perubahan dalam lingkungan social, politik, ekonomi, hukuman, pertahanan dan keamanan secara nasional, regional maupun gobal mendorong adanya perubahan pengetahuan, sikapdan keterampilan yang harus dimilik siswa.

MBS juga dapat dikatakan sebagai bentuk reformasi pendidikan. Reformasi sering dipersamakan dengan revolus. Dalam beberapa hal bias sama seperti adanya perubahan secara besar-besaran. Namun, kunci pkok yang membedakan reformasi dari revolusi adalah tidak adanya kekerasan dalam mengubah system dan tatanan yang sudah ada. Jadi reformasi dijadikan secara lebih sistematis, terprogram, manusiawi, dan gentle. Dapat dikemukakan beberapa karakteristik reformasi dalam suatu bidang tertentu, yaitu adanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa lalu, keinginan untuk memperbaikkinya pada masa yang akan dating, adanya perubahan besar-besaran, adanya orang yang melakukan reformasi, adanya pemikiran-pemikiran atay ide-ide baru, adanya system dalam suatu intuisi tertentu baik dalam skala kecil seperti sekolah maupun skala besar seperti Negara sekalipun. Bila MBS sebagai bentuk refornasi pendidikan sebelum diterapkannya MBS tersebut kurang benar? Begitulah kenyataannya. Bila praktik pendidikan sebelumnya sudah benar dan baik berarti mutu pendidikan pun baik.




Tetapi, fakta berbicara lain bahwa dibanyak Negara, mutu pendidikan tidak bias diandalkan dibandingkan dengan tuntutan perkembangan lingkungan baik secara nasional, regional, global. Untuk itulah sector pendidkan perlu direformasi, dan dan alternative yang saat ini menggejala di seluruh dunia adalah melalui MBS. Reformasi pendidkan memiliki dua karakteristik dasar, yaitu terprogram dan sistematik. Reformasi pendidikan yang terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatuisi pendidikan. Yang termasuk kedalam refornasi terprogram ini adalah inovasi. Inovasi adalah tindakan memperkenalkan ide baru, metode baru atau sarana baru untuk meningkatkan beberapa aspek dalam proses pendidikan agar terjadi perubahan secara mencolok dari sebelumnya dengan maksud-maksud tertentu yang ditetapakan.

Reformasi terprogram ini diterapakan langsung pada lingkup intiisi sekolah. Model ini sering kali dijalankan walaupun hasilnya kurang memuaskan seperti perubahan dan pengembangan kurikulum baru, penataran guru-guru, penggunaanmetode pengajaran baru, penggunaan alat evaluas baru, dan perbaikan sarana dan prasarana baru. Namun, reformasi terprogram itu masih berjalan sendiri-sendiri tanpa danya upaya kordinasi dan itegrasi secara menyeluruh. Reformasi sistematik berkaitan dengan adanya hubungan kewenangan dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol system pendidikan secara keseluruhan. Hal ini sering kali terjadi diluar sekolah dan berada pada kekuatan social dan politik. Karakteristik reformasi sistematik ini sulit sekali diwujudakan karena menyangkut stuktur kekuasan. MBS sebagai bentuk reformasi pendidikan juga berhadapan dengan dua karakteristik ini, yaitu terprogram dan sistematik. Yang tampaknya banyak menjadi kendala dan reformasi model MBS ini adalah karakteristik sistematik. Oleh karena itu, MBS akan dapat berjalan dengan baik apabila lingungan birokrasi mendukung untuk dilakukan reformasi. Reformasi pendidkan tidak dapat diimpor dari Negara lain walaupun kedua negara itu memiliki karakteristik serupa. Secara lebih spesifik, MBS sebagai bentuk refornasi tidak dapat diambil secara mentah-mentah dari Negara lain tanpa memperhatikan kondisi setempat. Yang perlu diingat adalah penerapan MBS selalu memperhatikan latar belakang dan sejarah pendidikan di Negara yang bersangkutan kondisi spesifik masyarakatnya. Sebagai batang reformasi adalah berupa standar, struktur, dan tujuannya. Standar dan tujuan diadakannya reformasi harus jelas, karena tanp reformasi hanyalah sekedar upaya untuk berubah tanpa makna. Dalam konteks ini hal terpenting lain adalah adanya akuntabilitas dan transparasi untuk mengukur kemajun reformasi yang dijalankan. Cabang-cabang reformasi pendidikan adalah manajemen local, pemberdayaan guru, perhatian pada daerah setempat. Cabang reformasi ini menyangkut peningkatan kemampuan dan professionalisme para pelaksana pendidikan, para pengelola pendidikan di daerah dan di sekolah itu sendiri. Cabang reformasi sebagai karakteristik terprogram yang berupa inovasi-inovasi pendidikan. Daun-daun reformasi pendidikan adalah keterlibatan orang tua peserta didik dan keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan bernilai bagi masyrakat setempat. Bagian ini adalah bagian yang pal;ing luar sekaligus paling luas. Bagian daun ini juga dekat dengan bagian akar, yaitu budaya dan kebiasaan hidup masyarakat setempat. Keempat bagian tersebut saling keterkaitan dan bergantung yang artinya apabila salah satu bagian tidak maksimal dalam perannya maka dapat menggangu jalannya reformasi. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang harus menjadi pionir dalam upaya menggerakan reformasi itu? Jaeab relative, bergantung pada kondisi dan kedewasaan masyarakatnya. Reformasi pendidikan model MBS akan berlangsung dengan baik apabila digerakkan untuk berubah secara sistematis. Keempat bagian tersebut saling membantu suksesnya implementasi MBS. Artinya, mulai dari pola fikirmasyarakat luas dalam pengelolaan pendidikan harus diubah secar besar-besaran melalui paradigma baru pendidikan model MBS.


Selain itu, juaga terdapat tiga kondisi lain untuk terjadinya reformasi pendidikan, yaitu adanya perubahan struktur organisasi, adanya mekanisme monitoring dari hasil yang diharapkan secara mudah yang biasa disebut akuntabilitas dan terciptanya kekuatan untuk terjadinya reformasi. Stuktur organisasi yang harus dirubah adalah struktur organisasi dari intuisi yang mengurusi pendidikan itu sendiri, misalnya Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional. Struktur organisasi lembaga tersebut harus dirampingkan sehingga sehingga mempermudah terjadiya reformasi pendidikan. Apabila reformasi pendidikan akan dijadikan sebagai kebijakan maka harus memenuhi empat tahapan. Menurut Levin tahapan-tahapan itu satu sama lain saling terkait, yaitu asal usulya (origin), yaitu dari mana datangnya usulan reformasi pendidika tersebut. Kedua, bagaimana mengadopsi( adoption) kebijakan tersebut yang akhirny menjadi peraturan atau perundang-undangan.

















BAB II
Reformasi Model MBS di Indonesia

A. Sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2001, wacana desenralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang densentralisasikan kepemerintahan kota/ kabupaten. Melaluai desentralisasi pendidikan diharaplkan permasalahan pokok pendidikan, yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi, dan manajemen dapat terpecahkan. Mengapa perlu desentralisasi pendidikan? Berbagai studi tentang desentralisasi menunjukan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsure ketidakpastian, dan berada pada lingkungan yang cepat berubah tidak bias dikelola secara sentralistik. Dan salah satu model desentralisasi pendidikan adalah MBS.

Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikiran untuk mengkaji model MBS cocok dengan kondisi yang berbeda-beda. Bukan hanya perbedaan Negara, wilayah, provinsi, kabupaten, perbedaan antar kondisi sekolah pun menuntut adanya penerapan MBS yang lain. Walaupun berbeda-beda hakikatnya intinya ada persamaan yang mendasar. Reformasi pendidikan di banyak Negara dimulai dari decade 1970-an hingga 1980-an. Banyak sekolah diAmerika Serikat, Kanada, Australia yang berhasil menerapakn desentralisasi pendidikan model MBS. Melalui MBS seklah memiliki kewenangan dalam dalam pengambilankeputusan yang terkait langsung dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah. Menurut Wohlstetter & Mohrman dkk (1994) terdapat empat sumber daya yang harus disentralisasikan yang pada hakikatnyamerupakan inti dari isi MBS, yaitu power/ authority, knowledge, information, dan reward. Keempatnya merupakan bagian yang tidak bias dipisahkan.


Sementara itu, menurut Depdiknas fungsi-fungsi yang data didesentralisasikan ke sekolah adalah sebagai berikut.
1. Perencanaan dan Evaluasi program sekolah
Sekolahdiberikan kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Termasuk dalam perencanaan adalah rencana pengembangan sekolah yang meliputi beberapa hal sebagai berikut; (1) visi dan misi sekolah, (2) indentifikasi timbulnya masalah, (3) prioritas permasalahan yang dihadapi sekolah untuk segera diselesaikan, (4) alternative cara pemecahan masalah, dll.
2. pengelolaan Kurikulum
sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dirkembang oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
· Pengelolaan prose belajar mengajar
· Pengelolaan ketenagaan
· Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
· Pengelolaan keuangan
· Pelayannan siswa
· Hubungan sekolah dan masyarakat
· Pengelolaan iklim sekolah
Berbagai Teori tentang MBS
Teori MBS versus MKE seperti dikemukakan sebelumnya bahwa lebih dari 100 tahun sebelum diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Pengelolaan sekolah ditentukan dan dikontrol oleh pihak luar sekolah. Sumber daya internal sekolah saat itu itu tidak memiliki peran yang berarti karena dianggap tidak mampu. Namun, sejak diterapkan MBS peran sumber daya internal sekolah diberdayakan dengan sungguh-sungguh. Pengelolaan sekolah yang dijalankan dengan adanysa kontrol dari luar sekolah disebut external control management( MKE). Dalam MKE setiap pengambilan keputusan ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tanpa melibatkan pihak sekolah secara langsung. Sekolah sebagai intuisi yang melaksanakan keputusan yang ditetapkan oleh birokrasi di atasnya. MBS yang kini dipakai oleh sekolah-sekolah modern dikonradiksikan dengan MKE yang biasanya dipakai oleh sekolah-sekolah tradisional. MKE dicirikan dengan adanya control yang tekat dari pemerintah pada sistim pendidikan atau persekolahan. Dalam MKE tugas-tugas manajemen sekolah dijalankan di awah instruksi otoritas pusat-eksternal yang sering ka;I tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah.

Sementara itu, dalam MBS control eksternal hamper tidak ada sama sekali, control diberikan sepenuhnya pada pihak internal sekolah. Perencanaan kegiatan sekolah, pelaksanaan, pengontrolan, dan evaluasi atas program-program yang dijalankan di sekolah berada di bawah tanggung jawab sekolah sepenuhnya. MBS dan MKE berbeda dalam landasan teori manajemen yang dipakai untuk mengelola system persekolahan. Perbedaan-perbedaan kedua pendekatan pendidikan dan teori manajemen dapat diringkas pada table di bawah ini.









Tabel Teori Manajemen

Teori MBS versus Teori MKE
MBS MKE
Asumsi 1. Tujuan pendidikan 1.Tujuan
Tentang pendidikan itu bermacam-macam pendidkan
bukan tunggal. tunggal.
2. Lingkungan pendidikan 2. Lingkungan
yang kompleks dan yang sede
berubah. hana,statis.









B. Prinsip-prinsip MBS. Teori yang digunakan MBsuntuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu prinsip ekuifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip system pengelolaan mandiri, dan prinsip inisiatif sumber daya manusia.
1. Prinsip ekuifinalitas
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah mnenurut kondisi mereka masing-masing.
2. prinsip DEsentralisas
desentalisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan komplek sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.



3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
MBs tidak mengikari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda untuk mencapainya. MBS menyadari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system pengelolaan secara mandiri dibawah kebijakan sendiri.
4. prinsip Inisiatif Manusia
sejalan demgan perkembamgan pergerakan hubungan antara manusia dan pergerakan ilmu perilaku manajemen modern, orang mulai menaruh perhatian serius pada pengaruh penting factor manusia pada evektivitas organisasi. Berdasarkan perspektif in maka MBS bertujuan untuk membangun linkungan sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potebsinya.
MBS memiliki delapan karakteristik yang bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu:
· Misi Sekolah
Sekolah dengan MBS memiliki cita-cita menjalankan sekolah untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan memberi arah kerja. Hal ini merupakan budaya organisasi yang besar pengaruhnya terhadap fungsi dan efektivitas sekolah.
· Hakikat Aktivitas Sekolah
Hakikat aktivitas sekolah berarti sekolah menjalankan aktivitas-aktivitas pendidikannya berdasarkan karakteristik, kebutuhan, dan situasi sekolah. Hakikat berbasis sekolah amat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan.


· Strategi-Strategi Manajemen
Perubahan arah dari MKE ke MBS dapat direfleksikan dalam aspek-aspek strategi manajemen berikut ini.
1. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia. Berlandaskan pada teori McGregor (1960) MBS menggunakan teori manajemen Y yang berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Teori Y menyarankan bahwa partisipasi demokrasik, perkembangan professional dan kemajuan kemajuan kinerja penting untuk memotivasi guru dan siswa.
2. Konsep organisasi sekolah. Dalam organisasi modern, konsep organisasi telah berubah. Kini orang percaya bahwa sebuah organisasi adalah tempat untuk hidup dan berkembang.
3. Gaya pengambilan keputusan. Dalam MBs gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah melalui pembagian kekuasaan atau partisipasi.
4. gaya kepemimpinan. Menurut Sergiovanni (1984) terdapat lima tingkat kemimpinan kepala sekolah dari rendah ke tinggi, yaitu kepemimpinan kependidikan, kepemimpinan simbolik, dan kepemimpinan kebudayaan .



· Penggunaan Sumber Daya
MBS adalah model school-based budgeting program memberikan kekeluasaan kepala sekolah untuk memiliki otnomi yang lebih besar dalam mengadakan dan menggunakan sumber daya. Sedangkan dalam MKE sebagai besar sumber daya dan pengeluaran sekolah negeri diatur secara langsung oleh pemerintah.
· Perbedaan-perbedaan Peran
Peran warga sekolah secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh kebijakan manajemen pemerintah, misi sekolah, hakikat aktivitas sekolah, strategi-strategi pengelolaan internal sekolah, dan gaya penggunaan sumber daya. Perubahan model MBs menuntut peran aktif sekolh, administrasi, guru, orang tua.
· Hubungan Antarmanusia
Dalam terminology MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, iklim organisasi cenderung mengarah ke tipe komitmen. Iklim organisasi seperti gaya kepemimpinan, gaya tanpa sepemahaman, dan gaya control dapat merusak pengajaran, manajemen sekolah, dan mempengaruhi efektivitas sekolah.
· Kualitas Para Administrator
Dalam model MBS sekolah memiliki otonomi tertentu. Partisipasi dan perkembangan dipandang sebagai suatu yang penting dalam menghadapi tugas pendidikan yang kompleks dalam mencapai efektivitas pendidikan. Dalam kasus ini persyaratan administrator yang berkualitas sangat penting.


· Indicator-Indikator Efektivitas
Pada sekolah-sekolah yang dikontrol dari luar, perkembangan misi dan tujuan sekolah tidaklah penting. Pada sekolah tradisional indicator utama efektivitas sekolah adalah prestasi akademik pada suatu tungkat sekolah, dan mengabaikan proses pendidikan dan pencapaian penting lainnya. Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indicator multi tingkat dan multisegi. Penilaian tentang efektivitas sekolah harus mencakup proses pembelajaran dan metode untuk membantu kemajuan sekolah. Oleh karena itu, penilaian efektivitas sekolah harus memperhatikan multitingkat, yaitu pada tingkat sekolah, kelompok, individual, dan indicator multisegi, yaitu mencakup input, proses, dan output sekolah di sampan perkembangan akademik siswa. Sementara itu, berdasarkan konsep MPMBS karakteristik MBS mencakup karakteristik output yang diharapkan, proses dan input.
a. Output yang diharapkan
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Output bias berupa prestasi akademik seperti NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba Bahasa Inggris, dll.
b. Proses
Sekolah yang efektivitas yang efektif pada umumnya memiliki karakteristik, seperti proses belajar mengajar yang efektivitas tinggi.





BAB III
MBS untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan

A. Perlunya Pendidikan Berkualitas
Kualitas memiliki dua konsep yang berbeda antara konsep absolute dan relative. Dalam konsep absolute sesuatu (barang) disebut berkualitas bila memenuhi standar tertinggi dan sempurna. Artinya, barang tersebut sudah tidak nada yang melebihi. Dalam konsep ini kualitas mirip dengan suatu kebaikan, kecantikan, kepercayaan yang ideal tanpa ada kompromi. Kualitas dalam makna absolute adalah yang terbaik, tercantik, terpercaya. Bila dipraktikkan dalam dunia pendidikan konsep kualitas absolute ini bersifat elitis karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang akan mampu menawarkan kualitas tinggi kepada peserta didik dan hanya sedikat siswa yang akan mampu membayarnya. Dalam konsep relative, kualitas bukan merupakan atribut dari produk atau jasa. Sesuatu dianggap berkualitas jika barang atau jasa memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu, kualitas bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan sebagai alat ukur produk akhir dari standar yang ditentukn. Kualitas barang atau jasa dalam konsep relative ini tidak harus mahal, eksklusif, atau special karena barang berkualitas bias biasa-biasa aja., bersifat umum, dikenal banyak orang tetapi bias berkonoyasi cantik atau indah walaupun tidak penting sekali. Dalam konsep relative produk yang berkualitas adalah yang sesuai dengan tujuan. Definisi kualitas dalam konsep relative memiliki dua aspek, yaitu dilihat dari sudut pandang produsen maka kualitas adalah mengukur berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan dan dari sudut pandang pelanggan maka kualitas untuk memenuhi tuntutan pelanggan.
B. Kualitas Pendidikan yang Direncanakan
Inti dari apa yang dikemukakan di atas adalah kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Bagaimana caranya? Perlu diingat kembali bahwa pendidikan adalah jasa sehingga control sebelum pelayanan diberikan kepada pengguna akhir harus menjadi perhatian utama. Untuk menghasilkan pendidikan berkualitas maka program pendidikan harus direformasikan secara besar-besaran baik dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan lain-lain. Terdapat beberapa kondisi yang diperlukan untuk suksesnya perencanaan pendidikan, yaitu (1) adanya komitmen politik pada perencanaan pendidikan, (2) perencanaan pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas dan tanggung jawabnya, (3) harus ada perbedaan yang tegas, antara area politis, teknis, dan administrative pada perencanaan pendidikan, (4) perhatian lebih besar diberikan pada penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusa politis dan teknis, (5) perhatian lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan yang terarah, (6) tugas utama perencanaan pendidikan adalah pengembangan secara terarah dan memberikan alternative teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik pendidikan, (7) harus mengurangi polisasi pengetahuan, (8) harus berusaha lebih besar untuk mengetahui opini public terhadap perkembangan masa depan dan arah pendidkan, (9) administrator pendidikan harus lebih aktif mendorong perubahan-perubahan dalam perencanaan pendidikan, dan (10) ketika pemerintahan tidak menguasai lagi semua aspek pendidikan maka harus lebih diupayakan kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerinta- swasta-universitas yang memegang otoritas pendidikan. Selain itu, terdapat dua strategi penting dalam perencanaan pendidikan, yaitu, (1) penetapan target dan (2) penetapakan prioritas. Memperhatikan pembuatan program pendidikan yang berkualitas, kondisi-kondisi yang mendukung suksesnya perencanaan pendidikan dan strategi-strategi penting dalam perencanaan pendidikan maka perlu disusun langkah-langkah perencanan pendidikan. Langkah-langkah proses perencanaan pendidikan lingkungan Depdiknas biasa disebut Siklus Perencanaan. Langkah-lankah tersebut adalah kegiatan analisis keadaan sekarang, perkiraan keadaan yang akan dating, perumusan tujuan yang akan dicapai, analisis, dan diagnosis, pengembangan alternatif, proses pengambilan keputusan, penentuan kebijakn, penentuan program dan prioritas, perhitungan anggaran, perumusan rencana, evaluasi perencana dan revisi rencana.
C. Stategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti (1) meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan kepengetahuan, memperbaiki tes bakat, sertifikasi kompetensi dan profi portfolio, (2) membentuk kelompoknsebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara koperatif, (3) mencapai kesempatan belajar baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur, (4) meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi dan penghargaan atas pencapaian prestasi akaemik, (5) membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan, bertindak sebagai sumber kontak informal tenaga kerja, membimbing siswa menilai pekerjaan-pekerjaan, membimbing siswa membuat daftar riwayat hidupnya dan mengembangkan portfolio pncarian pekerjaan. Cara lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan menerapkan Total Quality Management (TQM). TQM dalam pendidikan adalah filosofi perbaikan terus menerus dimana lembaga pendidikan menyediakan seperangkat sarana atau alat untuk memenuhi bahkan melampaui kebutuhan, keinginan, harapan pelanggan saat ini dan di mana mendatang. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Namun, pendekatan TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristiknya, yaitu (1) focus pada pelanggan baik internal maupun eksternal, (2) memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas, (3) menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemcahan masalah, (4) memiliki komitmen jangka panjang, (5) membutuhkan kerja sama tim, (6) memperbaiki proses secara berkesinambungan, (7) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, (8) memberikan kebebasan yang terkendali, (9) memiliki kesatuan tujuan, dan (10) adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Salah satu kunci keberhasilan penerapan TQM adalah penerapan konsep pelibatan dan pemberdayaan karyawan. Pelibatan karyawan adalah suatu proses untuk mengikutsertakan para karyawan adalah suatu proses untuk mengikuti srtakan karyawan pada semua tingkatkan organisasi dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Sementara itu, pemberdayaan karyawan adalah pelibatan karyawan yang benar-benar berarti (signifika). Pemberdayaan tidak sekadar memberi masukan, tetapi juga memperhatikan, mempertimbangkan, dan mengindahkan masukan tersebut apakah akan diterima atau tidak. Tanpa adanya pemberdayaan maka pelibatan kartawan tidak adanya gunanya sehingga pelibatan karyawan harus bersegi pemberdayaan. Tujuan pelibatan dan pemberdayaan karyawan adalah untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam memberikan nilai-nilai pada pelanggan. Untuk memperdayakan karyawan dimulai dengan; (1) keinginan manajer dan supervisor untuk memberi tanggung jawab pada karyawan, (2) melatih supervisor dan karyawan mengenai bagaimana cara untuk melakukan dekegasi dan menerima tanggung jawab, (3) perlu komunikasi dan umpan balik antara manajer dan supervisor kepada karyawan, dan (4) perlu penghargaan dan pengakuan kepada karyawan. Terdapat beberapa penghambat penerapan pelibatan dan pemberdayaan karyawan, yaitu karena adanya penolakan manajemen, penolakan dari karyawan dan serikat pekerja atau organisasi profesi. Dan cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang kini menggejala di seluruh pelosok dunia adalah melalui MBS. Namun demikian, dalam MBS ini kualitas dilihat dari perspektif yang lebih luas daripada yang biasanya didefinisikan para pengamat dan ahli pendidikan sebelumnya. Kemajuan selolah dalam konteks MBS ini pun dilihat dari pandangan yang jauh lebih luas dari pemaknaan sebelumnya. Bagaimana MBS diangap berhasil? Bahwa keberhasilannya dinilai berhasil dalam konteks pengaruhnya dinilai berhasil dalam konteks pengaruhnya terhadap para siswa. Yang menjadi masalah adalah MBS bukanlah suatu program pengajaran atau strategi pembelajaran sehingga pengaruhnya kepada para siswa tidak langsung. Untuk mendapatkan kualiyas seperti seperti apa yang diinginkan maka MBS harus didesain secara matang. Fullan dan Watson (1999) mengajukan dua pertanyaan yang ditujukan kepada sekolah, yang meliputi (a) apa yang ingin kita coba raih, yaitu apakah akhir dari penerapan MBS ini? Dan (b) bagaimana cara mencapainya dan kondisi-kondisi apa yang berkaitan dengan pencapaian tujuanyang telah utama? Melalui dua peryataan itu kemudian mereka menyarankan bahwa MBS tidak berarti membiarkan desentralisasi sekolah dan masyarakat menurut cara mereka sendiri. Selain itu, Wohlsstetter dalam Watson (1999) memberikan panduan yang komprehensif sebagai elemen kunci reformasi MBS yang terdiri dari pertama, menetapkan secara jelas visi dan hasil yang diharapkan. Kedua, menciptakan fokus tujuan nasional yang memerlukan perbaikan. Misalnya: tingkat pembelajaran siswa yang lebih baik dan menyalurkan energi staf sekolah untuk mengubah kurikulum dan kebutuhan belajar untuk menghasilkan tingkat pembelajaran yang lebih baik. Ketiga, adanya panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah. Keempat, tingkat kepemimpinan yang kuat dan dukungan politik dan dukungan kepemimpinan dari atas.
BAB IV
Model-Model MBS
A. Beberapa model manajemen Berbasis Kompetensi berbasis Sekolah yang dikemukakan di sini menunjukkkan kemiripan hamper di setiap Negara. Di suatu Negara MBS hanyamenekankan satu aspek atau beberapa aspek, seperti di Hongkong menekankan inisiatif sekolah, di Kanada menekankan pengambilan keputusan pada tingkat sekolah, di Amerika Serikat menekankan pengelolaan sekolah di tingkat sekolah itu sendiri, di Australia model MBS adalah dengan memberikan kewenangan sekolah dalam hal kurikulum, flexsibilitas penggunaan sumber daya sekolah, dan beberapa alternative pengelolaan sekolah.
Di Prancis MBS memberikan partisipasi yang lebih besar pada badan pengelolaan sekolah. Sementara itu, di Nikaragua model MBS dengan munculnya sekolah otonom dalam hal personel, anggaran, kurikulum, dan pedagogi. Ada pula model MBS yang memfokuskan pada anggaran yang berbasis pada sekolah seperti di Selandia Baru. Pelibatan orang tua model MBS di El Savador. Di Madagaskar MBS difokuskan pada tingkat pendidikan dasar dengan melibatkan peran serta masyarakat. Sementara itu, model MBS di Indonesia mekenkan pada mutu yang terkenal dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Model MPMBS memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan feksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi secara langsung kepada warga sekolah dan masyarat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semua model MBS yang muncul mengarah pada satu titik., yaitu meningkatkan mutu sekolah dan pendidikan. Munculnya model MBS ditiap-tiap Negara tak terlepas dari sejarah pendidikan Negara tersebut. Munculnya terdapat kelemahan pada bidang tertentu yang kemudian difokuskan untuk meningkatkan kinerjanya. Beberapa Negara cukup jeli dalam mengalisis kelemahannya sehingga mampu membuat model MBS secara jelas dan focus, namun di beberapa Negara model MBS kurang focus dan melebar. Dari beberapa model MBS dibeberapa Negara yang telah dipakai oleh Negara-negara yang telah dijelaskan di atas ada model MBS yang ideal.
Model Lawler (1986) dengan keterlibatan tinggi dalam manajemen di sector swasta menyangkut empat hal, yaitu kekuasaan, informasi, penghargaan, pengetahuan, dan kekuasaan. Informasi memungkinkan para individu berpartisipasi dalam mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memahami lingkungan organisasi, strategi, system kerja, persyaratan kinerja, dan tingkat kinerja. Pengetahuan da keterampilan diperlukan untuk meningkatkan kinerja pekerja dan kontribusi efektif atas kesuksesan organisasi. Kekuasaan diperlukan untuk mempengaruhi proses kerja, praktik keorganisasian, kebijakan dan strategi. Penghargaan untuk menyatukakan kepentingan pribadi karyawan dengan keberhasilan organisasi. Secara tradisional keempat hal tersebutv dikonsentrasikan di puncak organisasi, namun pada model MBS dilimpahkan ke tingkat yang paling rendah., yaitu sekolah. Kebanyakan orang berpendapat bahwa penpendesentralisasian MBS hanya kepada kekuasaan, dan kurang memperhatikan hal lainnya.



A. peranan Masing-Masing Pihak dalam MBS
dalam MBS masing-masing pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus mmiliki peranaan yang sangat penting. Masing-masing pihak yang dimaksud adalah kantor pendidikan pusat, kantor pendidikan daerah kabupaten atau kota, dewan sekolah, pengawasan sekolah, kepala sekolah, para guru, orang tua siswa, dan masyarakat luas.
Peranan Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indonesia di era otonomi daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar kompetensi siswa dan warga, pengaturan kurikulum nasiona dan system penilaian hasil belajar, penetapan pedoman pelaksaan pendidikan, penetapan pembiayaan pendidikan, penetaapan persyaratan, sertifikasi siwa, warga belajar, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga keseteraan mutu antar daerah dan antar daerah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan pembetulan budi pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui program pendidikan.
Peran Dewan Sekolah dan Pengawasa Sekolah
Dewan sekolah akan memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang lebih luas, menyatukan visi, memperjelas misi baik untuk pemerintah daerah maupun untuk sekolah itu sendiri. Dewan sekolah menentukan kebijakan sekolah, visi, misi sekolah dengan mengacu pada ketentuan nasional dan daerah. Oleh karena itu, anggota dewan sekolah sebaiknya diisi oleh meraka yang mampu menganalisis kebijakan pendidikan, mampu melakukan komunikasi dengan baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta memiliki wawasan yang luas tentang pendidikan di daerahnya.
A. Peran Kepala Sek0olah
Pada tingkat sekolah, kepala sekolah sebagai figure kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritas dalam program-program sekolah, kurikulum, dan keputusan personal, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk miningkatkan akuntabilitas keberhasilan siwa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai dalam memimpin kelompok dan pendelegasian tugas dan wewenang.
B. Peran Para Guru dan Administrator
Pemberdayaan dan akuntabilitas guru dan administrator adalah syarat penting dalam MBS. Guru-guru memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan dengan berpartisipasi dalam perencanaan, pengembangan, monitoring, dan meningkatkan program pengajaran di dalam sekolah. Peran guru dalam MBS menurut Cheng (1996) adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran. Mereka bekerja sama dengan komitmen bersaman dan partisipasi bersama dalam pengambilan keputusan untuk mempromosikan pengajaran efektif dan mengembangkan sekolah mereka dengan antusime.
Agar para guru memiliki peran yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah maka perlu dilakukan desentralisasi pengetahuan. Terdapat dua jenis pengetahuan yang penting yang harus dimiliki oleh guru. Pertama, pengetahuan yang berkaitan dengan tanggung jawab partisipasi sekolah didalam rangka MBS. Yang termasuk dalam pengetahuan ini adalah cara mengorganisasi pertemuan-pertemuan, bagaimana cara meraih consensus, dan bagaimana cara membuat anggaran. Kedua, berkaitan dengan pengajaran dan perubahan program-program sekolah, diantaranya mencakup pengetahuan tentang pengajaran, dan kurikulum.
C. Peran Orang Tua dan Masyarakat
Penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Diknas RI menunjukan bahwa berdasarkan penilaian guru, tingkat partisipasi orang tua siswa dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah masih sangat rendah, yaitu rata-rata hanya 57,1 %. Partisipasi orang tua siswa yang sangat rendah ialah dalam menentukan kebijakan program sekolah dan mengawasinya, pertemuan rutin, kegiatan ekstra kurikuler, dan pengembangan iklim sekolah. Partisipasi orang tua yang sangat tinggi ialah dalam mengawasi mutu sekolah, pertemuan BP3, pembayaran dan bentuk iuran BP3 per bulan dan sumbangan uang gedung untuk siswa. Memang selama ini sekolah terjadi jurang pemisah antara keluarga dan masyarakat. Bahkan terjadi anggapan bahwa sekolah adalah tempat penitipan anak karena orang tua tidak memiliki waktu untuk mendidik dan menjaga. Walaupun sekolah menjadi panti social bagi anaknya, apresiasi orang tua dan masyarakat masih amat rendah. Malangnya lagi selama ini belum ada upaya-upaya untuk menjembati jurang pemisah tersebut. Komunikasi orang tua dan masyarakat dengan sekolah hanya terjadi setahun sekali, itu pun ketika terjadi pemberitahuan perubahan besarnya iuran SPP dan BP3 atau pemberitahuan tunggakan yang harus dilunasi. Mandeknya komunikasi ini makin parah ketika timbulnya kekerasan bahwa diantara mereka terjadi perbedaan kelas social dan tidak ada kesamaan visi dalam mendidik siswa.sejalan dengan upaya reformasi pendidikan nasional melalui MBS, hubungan sekolah dengan keluarga sehingga tanggung jawab pendidikan bukan hanya dibebankan pada sekolah. Dengan cara membentuk Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Persatuan Guru, dan Orang Tua Siswa, atau pun namanya untuk memberdayakan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan. Orang tua aiawa harus menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk berkunjung ke sekolah dank e kelas gunu mengontrol anaknya. Amat diperlukan diskusi dengan guru dan pembimbing siswa sehingga mengetahui hambatan dan kemajuan yang dialami anaknya.
BAB V
Faktor Pendukung Kesuksesan Implementasi MBS
suatu program yang dicanangkan tidak akan berjalan dengan berhasil secara maksimal apabila tidak tersedia berbagai faktor pendukung. Factor pendukung bisa berasal baik dari internal maupun eksternal. Dalam implementasi MBS, secara luar dan mendasar yang amat diperlukan adalah dukungan politik itu sekadar political will maupun dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan formal. Dukungan financial, dukungan sumber daya manusia beserta pemikirannya, dan sarana dan prasarana lainnya juga menjadi factor pendukung yang paling penting.
Ketika MBS baru tahap-tahap awal dilaksanakan di Amerika Serikat, factor pendukung sumber daya manusia belum memadai. Walaupun Site-Based Management ( SBM) telah popular di Amerika Serikat, manfaatnya belum banyak dimengerti secara baik oleh para pelaku pendidikan. Di banyak distrik SBM memiliki asumsi bahwa penerapan strategi ini akan mambimbing kea rah perbaikan kualitas keputusan dan meningkatkan program sekolah. Namun, banyak diantaranya mereka yang belum mengerti proses pencapaian tujuan MBS itu. Akhirnya, banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipasipan sekolah dalam implementasi MBS yang belum komplet tersebut. Konsekuensinya adalah munculnya kefrustasian, ketidakpuasan, menghabiskan tenaga dan akhirnya kembali pada pola sebelumnya. Oleh karena itu, pada tahap awal implementasi MBS harus dipersiapkan program sosialisasi yang matang agarc berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah menyadari akan pentingnya implementasi pendidikan.
Berdasarkan pengalaman Reynolds (1997) dalam menerapkan MBS di Amerika Serikat, yang paling memakan waktu adalah dalam membangun tim local yang berpusat pada tiga hal: yaitu isu-isu yang berkaitan dengan organisasi tim local dan upaya untuk mendefinisikan tujuannya, isu-isu yang berkaitan dengan manajemen di samping isu pengajaran, dan usulan yang ditolak oleh tingkat yang tinggi dalam suatu distrik.
A. Strategi Sukses Implementasi MBS
Studi literature ini diambil dari tulisan Oswald (1995) tentang School-Based Management, Kubick (1998) tentang School-Based Management and Student Performance, Wohlstter dan Mohrman (1993). Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi implementasi MBS di suatu Negara lain bisa berlainan., antara lain satu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antara sekolah dalam daerah yang sama pun bisa berlainan strateginya. Secara um+um dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini. Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secar berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil. Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan intruksional serta non- instruksional. Sekolah harus banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimana pun sekolah adalah bagian dari masyarakat luas. Ketiga, adanya kemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan mendayagunakan sumber daya sekolah secara efektif terutama kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan secara umum. Kepala sekolah dalam MBs berperan sebagai designer, motivator, fasilitator, dan liaison. Bagaimanapun itu kepala sekolah adalah pemimpin yang memiliki kekuatan untuk itu. Keempat, adanya proses pengambilan yang demokrasi dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokrasi dan memperhatikan inspirasi dari bawah. Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya menyenangkan pemimpinnya namun mengorbankan masyarakat pendidikan yang utama. Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jaawabnya secara sungguh-sungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu sendiri. Keenam, adanya guidelines dari Departemen Pendidikan terkait sehingga mendorong proses pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien. Ketujuh, sekolah harus memiliki transparasi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban tiap tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk tanggung jawab sekolah rterhadap semua stakeholder. Untuk itu, sekolah hrus dijalankan secara transparan, demokrasi, dan terbuka dalam semua pihak yang terkait.
B. Masalah dan Kegagalan dalam Implementasi MBS
Dalam implementasi MBS juga dihadapi berbagai macam masalah seperi berbagai macam pihak terkait harus bekerja lebih banyak daripada sebelumnya, kurang efisien ( dalam jangka pendek karena salah satu tujuan MBS adalah terjadinya efisiensi pendidikan), kinerja sekolah yang tidak meraa, meningkatnya kebutuhan pengembangan staf, terjadinya kebingungan karena peran dan tanggung jawab yang baru, kesulitan dalam melakukan kordinasi dan masalah akuntabilitas. Penghambat lainnya yang sering muncul adalah kurangnya pengetahuan berbagai macam pihak tentang bagaimana MBS dapa bekerja dengan baik. Juga masalah kurangnya keterampilan unuk mengambil keputusan, ketidakmampuan dalam berkomunikasi, kurang kepercayaan antar pihak, ketidak jelasan peraturan tentang keterlibatan masing-masing pihak, ketidakjelasan peraturan tentang keterlibatan masing-masing pihak., dan keengganan administrator dan guru untuk memberikan kepercayaan pada pihak lain dalam mengambil keputusan. Wohlstetter dan Mohrman (1996) menyatakan terdapat empat macam kegagalan implementasi MBS. Pertama, penerapan MBS hanya sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa upaya kreatif. MBS bukanlah model yang mati dan tidak ada satu model baku yang bisa diterapkan di semua sekolah dan semua daerah. Oleh karena itu, sekolah harus mengadopsi model MBS sesuai dengan kondisi sekolah dan lingkungannya masing-masing. Kedua, kepala sekolah bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa memperhatikan aspirasi seluruh anggota dewan sekolah. Sekolah harus mengajak dewan sekolah dan seluruh Stakeholder untuk membuat agenda. Kesepakaan atas agenda yang akan dijalankan ini harus menjadi pegangan utama kepala sekolah dalam menjalankan dan menerapkan MBS. Ketiga, kekuasaan pengambilan keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena. Tidak ada sau pihak pun yang memiliki kekuasaan lebih dibandingkan pihak lain dalam pengambilan keputusanmodel MBS ini. Yang ada adalah saling memperhatikan kepentingan masing-masing pihak sehinnga keputusan yang diambil bisa seimbang dan adil. Keempat, mengangap bahwa MBS adalah hal biasa dengan tanpa usaha yang serius akan berhasil dengan sendirinya. Pada hal dalam kenyaaan, implementasi MBS memakan waktu, tenaga, dan pikiran secara besar-besaran.
Pengalaman berbagai Negara menunjukan MBS akan bisa dinilai hasilnya setelah lebih dari empa tahun berjalan. Sejak September 1999, J. C. Tukiman Taruna menjadi pelaksana dan penanggung jawab langsung penerapan MBS 45 Sekolah Dasar atau Madrasah Iptidayah di Wilayah Profinsi Jawa Tengah. Ke 45 sekolah itu terbesar di tiga Kabupaten masing-masing lima belas sekolah (Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar Impres, Sekolah Dasar Swasta, Madrasah Iptidayah Negeri, Madrasah Iptidayah Swasta). Konsep MBS rata-rata telah diterima oleh semua pihak untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah.
Menurut Taruna, ada empat pemicu mendorong pentingnya konsep MBS untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pertama, empat pilar tujuan pendidikan tidak terlaksana dengan baik karena system penyelenggaraan yang sentralistik. Dimanapun kegiatan belajar mengajar itu berlangsung, proses itu seharusnya mampu menjawab damba ( harapan) murid dalam hal: (1) belajar untuk mengetahui, (2) belajar untuk melaksanakan, (3) belajar unuk hidup bersama, dan (4) belajar untuk kemandirian. Keempat damba murid dalam penyelenggaraan pebdidikan yang sentralistik suli terakomodasi di sekolah. Konsep MBS menawarkan desentralisasi berfikir, arinya memberikan atau membuka peluang agar kepala sekolah, guru dan juga murid sebagai subjek kegiatan belajar mengajar. Kedua, kepala sekolah selama ini idak berbuat banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tetapi berbuat sangat banyak untuk urusan administrasi dan kedinasan. Ketiga, guru membuat kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi sangat formal, mengajar secara kaku, dan buah dari semua itu adalah kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan sanga berat atau menekan.
Konsep MBS ingin memgubah semua yang memberatkan atau menekan itu menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang aktif dan menyenangkan. Keempat, akumulasi dari ketiga hal di atas tercermin dalam kualitas pendidikan yang cenderung rendah atau kurang baik. Kemerosotan mutu pendidikan menjadi sangat jelas seperti SD atau MI kelas tiga belum lancer membaca atau menulis. Disebutkan bahwa salah sau kunci MBS terletak pada sosialisasi lewat pelatihan paralel.
Berdasarkan pengalaman Reynolds (1997) dalam menerapkan MBS di Amerika Serikat, yang paling memakan waktu adalah dalam pembentukan tim-tim local yang terpusat pada tiga hal, yaitu isu-isu yang berkaitan dengan organisasi tim local dan upaya untuk mendefinisikan tujuannya, isu-isu yang berkaitan dengan manajemen di samping isu pengajaran, dan usulan yang ditolak oleh tingkat yang lebih tinggi di dalam suatu distrik. Selain itu, Reynolds juga mengemukakan bahwa terdapat sembilan kunci yang mendukung keberhasilan implemenasi SBM di sekolah, yaitu mengadopsian suatu perspektif yang lebih luas akan suatu system, memahami konteks perubahan, mengembangkan perspektif dan keterampilan kepemimpinan, menciptakan visi bersama, mengembangkan keterampilan strategi perencanaan, mendefinisikan peran baru, memperbaiki lingkungan kerja, pemahaman akan dinamika kelompok dan memperjelas akuntabilitasnya.
Menurut aruna, ada enam tolak ukur keberhasilan MBS, yaitu (a) berkurang sebanyak mungkin angka tinggal kelas erutama di kelas rendah, (b) berkurang sebanyak mungkin angka putus sekolah, (c) semakin berkenbangnya otonomi kepala sekolah dan guru-guru di sekolahnya sendiri, (d) semakin seringnya BP3 rapat memikirkan peningkatan mutu partisipasi orang tua murid dan masyarakat, (e) semakin banyaknya dukungan (bukan pengawasan) oleh pihak aparat Kecamatan dan Kabupaen erhadap sekolah,(f) semakin tercipanya kegiatan belajar mengajar yang aktif-menyenangkan di semua kelas disepanjang hari.


Implemenasi MBS juga menghadapi sejumlah antangan seperti dikemukakan Bank Dunia. Pertama, tantangan demokrasi. Winkler dan Gershberg(1999) menyebukan bahwa MBS akan berjalan baik pada kondisi dimanapun demokrasi telah berjalan dengan baik.dan factor-faktor eksternal local juga mendukung. Namun, akan terjadi masalah apabila pengambilan keputusan local hanya dipegang oleh sebagian eli saja maka kesejaheraan social idak akan terjadi. Risiko ini akan lebih besar dimasyarakat yang hanya memiliki sediki pengalaman dalam demokrasi partisipaif pada tingkat local. Kedua, antangan lain adalah masalah keseimbangan keberhasilan. Perlu disadari oleh banyak kementerian pendidikan bahwa masalah utama dalam menimplementasikan MBS adalah untuk menyeimbangkan dan meningkakan difersifikasi, fleksibilitas, dan control local dengan tanggung jawabnya untuk meyakinkan bahwa: (a) penyediaan pendidikan dilakukan secara baik di seluruh negeri, (b) kualitas pendidikan di seluruh negeri hamper sama baiknya berdasarkan geografis, social ekonomi, dan etnik di dalam masyarakatnya. Ketiga, tantangan terakhir adalah yang berkaitan kurangnya bukti-bukti. Fullan danWatston (1999) memberi komenar bahwa penelitian terbaik dalam MBS mengidentifikasi factor-faktor dan kondisi yang berkaitan dengan keberhasilan, hal ini tidak menunjukkan kepada kita bagaimana menetapakn kondisi-kondisi tersebut ketika kondisi-kondisi tersebut tidak ada. Penelitian hanya memotret kasus-kasus yang berhasil yang sudah berjalan dan hanya memberi sedikit gambaran bagaimana mencapai kesuksesan tersebut.




C. Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah
Pada era desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini semua pihak sepakat bahwa akuntabilitas public itu penting. Dengan demikian, institusi pendidikan dan lembaga yang terkait dengan pelayanan public juga dituntut untuk memiliki akunabilias. Menurut depui V Menteri Negara Pendayaangunaan Aparatur Negara Bidang Akuntabilitas Aparatur, Soemidiharjo bahwa dalam era otonomi daerah masing-masing institusi harus dapat membangun akuntabilitas peran dan fungsinya untuk dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Selanjutnya, Soemidiharjo menyatakan bahwa erdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat erbangunnya akunabilitas. Pertama, adanya transparasi dalam menetapkan kebijakan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai institu. Kedua, adanya sandar kinerja yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang. Keiga, adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah, dan pelayanan yang cepat. Tiga pilar akuntabilitas tersebu juga penting untuk dimiliki lembaga penyelenggaraan pendidikan sehingga pelayanan pendidikan bisa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat luas. Sementara itu Darling- Hammond (1989) menguraikan aspek-aspek akuntabilitas pendidikan yang lebih mengarah pada akuntabilitas kelembagaan dan infrastrukturnya, yaitu political, legal, bucreaucratic, professional, market.



BAB VI
Kepemimpinan yang Efekif dalam MBS
Mengapa perlu ada pemimpin? Pemimpin diperlukan sedikitnya terdapat empat macam alasan, yaitu (a) karena banyak orang memerlukan figure pemimipin, (b) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, (c) sebagai tempa pengambilan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelompoknya, (d) sebagai tempa meleakkan kekuasaan.
A. definisi dan Teori kepemimpinan
kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian, yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakan orang dan untuk mempengaruhi orang. Kepemimpinan adalah sebuah alat, sarana aau proses untuk memajukkan orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Ada bermacam-macam kekuatan( kekuasaan) yang dimiliki untuk menggerakan orang lain, yaitu karena ancaman, penghargaan, otoritas, dan bujukan. Praktik kepemimpinan berkaitan dengan mempengaruhi tingkah laku dan perasaan orang lain baik secara individual maupun kelompok dalam arahan tertentu. Kepemimpinan menunjuk pada proses untuk membantu mengarahkan dan mebolisasi orang aau ide-idenya. Dengan demikian, dapa diidentifikasi adanya beberapa komponen dalam kepemimpinan, yaitu (a) adanya pemimpin dan orang lain yang dipimimpin aau pengikutnya, (b) adanya upaya atau proses mempengaruhi dari pemimpin kepada orang lain melalui berbagai kekuatan, (c) adanya ujuan akhir yang ingin dicapai bersama dengan adanya kepemimpinan itu, (d) kepemimpinan bisa timbul dalam suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi tertentu, (e) pemimpin dapat diangkat secara formal aau dipilih oleh para pengikunya. (f) kepemimpinan ada dalam situasi tertenu baik situasi pengikut maupun lingkungan eksternal. Teori tenang kepemimpinan terus berkembang dan hingga kini setiknya terdapat empat fase pendekatan. Pertama, pendekatan berdasarkan sifat-sifat (trait), kepribadian umum yang dimiliki seorang pemimpin. Kedua, berdasarkan pendekatan tingkah laku( behavior) pemimpin. Ketiga, berdasarkan pendekatan situasional( contingency). Keempa, pendekatan kembali kepada sifat aau cirri pemimpin yang menjadi acuan orang lain.
B. Perbedaan Pemimpin dengan Manajer
Pemimpin itu berbeda dengan manajer. Tidak semua pemimpin adalah manajer dan idak semua manajer adalah pemimpin. Pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin bisa muncul diunjukan atau karena keinginan kelompok, sedangkan manajer ditunjukan dan memiliki kekuasaan legiimasi untuk memberi penghargaan ataupun memberi hukuman pada pengikutnya. Kekuatan mempengaruhi para manajer karena dimilikinya otoritas formal bukan karena individual seperi kemampuannya.
Terdapat beberapa perbedaan antara manajer dengan pemimpin, yaitu (1) pemimpin memikirkan organisasinya dalam jangka panjang, (2) pemimpin memikirkan organisasi secara lebih luas baik menyangkut kondisi inernal, eksternal maupun kondisi global, (3) pemimpin mempengaruhi pengikunya sampai luar batas kekuasaannya, (4) pemimpin menekankan pada visi dan nilai-nilai yang tidak ampak mempengaruhi pengikutnya secara tidak rasional dan elemen-elemen ak sadar lainnya dalam hubungannya antara pemimpin dan pengikut, (5) pemimpin memiliki keteramp[ilan politik untuk mengaasi konflik diantara pengikunya,dan (6) pemimpin berfikir dalam upaya memperbaiki organisasinya.
Adapun kriteria kepemimpinan dan manajerial yang baik. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa criteria, antara lain: kepribadian, keterampilan, bakat, sifat-sifa yang dimiliki atau kewenangan.
C. Gaya dan Kemampuan Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang dipergunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola prilaku yang konsisten yang ditunjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiaan orang lain. Gaya kepemimpinan adalah pola ingkah laku yang lebih disukai oleh seorang pekerja. Gaya kepemimpinan adalah pola prilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Pemimpin dalam berinteraksi terhadap pengikutnya. Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan MBS adalah berkaian dengan proses mempengaruhi antara para pemimpin dengan para pengikunya. Secara khusus, gaya kepemimpinan dalam buku ini adalah gaya kepemimpinan parisifatif, yaitu kecenderungan kepemimpinan otokratif delegratif.
D. Kepemimpinan Transformasional dalam MBS
Dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangun Nasional 2000-2004 untuk sector pendidikan disebutkan akan perlu pelaksanaanya manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke desenralistik menurut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik, dan demokrasi.
Dalam melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipasi, dan demokratis. Dalam penerapan kepemimpinan transformasional pada era MBS ini.
· Kepala sekolah harus mengembangkan visi sekolah yang jelas.
· Kepala sekolah harus mengajak stakeholder untuk membangun komitmen secara bersama-sama untuk mencapai visi,misi, tujuan pendidikan.
· Kepala sekolah harus banyak berperan sebagai pemimpin didasarkan atas kekuasaan.
Apanila konsep MBS akan dilaksanakan, seiap kepala sekolah harus benar-benar seorang yang mampu menjawab tantangan local, sebagai komponen seempat ataupun nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah wajib memiliki wawasan yang sungguh luas cakupnya. Dia diharapkan menjadi pengambil kepuusan yang jitu dan bijaksana. Karena sekolah akan menjadi sebuah daerah yang wajib menampung kepentingan-kepentingan setempat, mulai dari pengembang kurikulum, ataupun politisi dan kelompok-kelompok kepentingan, semuanya perlu didengar dan diberi tempat dalam MBS.


I

BAB VII
Pengambilan Keputusan yang Efekif dalam MBS

Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan hati-hati agar implementasi MBS dapat berjalan dengan baik. Apabila salah dalam proses pengambilan keputusan maka akibatnya ama luas.
A. Definisi Pengambilan Keputusan
Pertama, teori keputusan adalah metodelogi unuk menstruktur dan menganalisi siuasi yang idak pasti atau beresiko.
Kedua, pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menayakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis daa, baik oleh manajer baik secara individual atau tim, dalam upaya mengatur dan mengawasi informasi terutama infirmasi bisnisnya.
B. Proses Pengambilan Keputusan
Model pengambilan keputusan rasional melalui enam langkah, yaitu(1) menetapkan masalah, (2) mengidentifikasi criteria keputusan, (3) mengalokasikan bobo pada criteria, (4) mengembangkan alternative, (5) mengevaluasi alternative, dan (6) memiliki alternative terbaik. Agar keputusan yang diambil dalam kerangka MBS memberi hasil yang maksima, pengambilan keputusan harus disadari pada adanya informasi selengkap munkin. Masalah yang akan diputuskan harus jelas, menyediakan berbagai alternatif pilihan dan disadari setiap konsekuensinya. Keputusan yang dibua pada tingkat sekolah dalam kerangka MBS adalah terdapat empa langkah dalam proses pengambilan kepuusan.
· Mula-mula sekolah membentuk Dewan Sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru, orang tua siswa, anggoa masyarakat, staf sekolah, dan siswa.
· Dewan Sekolah melakukan pengukuran kebuuhan( need assessment) sekola.
· Dewan Sekolah mengembangkan perencanaan tindakan yang mencakup tujuan dan sasaran yang terukur.
· Langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan yang bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu (a) Dewan Sekolah memberi saran-saran kepada kepala sekolah, yang selanjutnya kepela sekolah memutuskannya, dan (b) Dewan Sekolah mengambil keputusan. Kepala sekolah memiliki peran yang besar dalam pengambilan keputusan.

Adapun budaya sekolah yang mendukung implementasi MBS
Dalam MBS diuntut adanya perubahan budaya organisasi yang diarahkan pada pencapaian muu pendidikan, organisasi yang diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan, aspek budaya memiliki peran yang cukup penting dalam mencapai mutu berkelanjutan.

Berbagai Studi Tentang MBS
A. Studi MBS di Nikaragua
Studi yang dilakukan oleh Fuller dan Rivarola(1988) menyangkut tiga hal, yaitu menyangkut masalah konteks sekolah, ooritas sekolah, dan mikro politik sekolah, dan isu-isu keorganisasian dan sumber daya sekolah.
B. Studi MBS di Amerika Serikat
Berdasarkan penelitian MBS di Amerika, kepala sekolah berhak mengontrol kurikulum, pengangkatan guru, dan disiplin sekolah yang dapat menghasilkan kemajuan yang seknifikan terhadap pendidikan disekolahnya.
C. Studi MBS di Indonesia
Memberikan kewenagan terhadap sekolah yang melaksanakan MBS agar dapat menjalankan reformasi pendidikan bersifat demokratis dan terbuka. Kewenangan terutama dipegang oleh kepala sekolah dan sekolah memerlukan dukungan yang penting dari guru, administrator, dan orang tua murid agar MBS berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya.

D. Ukuran Keberhasilan MBS
Keberhasilan MBS adalah apabila jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan senmakin meningka. Masalah siswa yang bisa mendaftar sekolah karena masalah ekonomi akan dipecahkan secara bersama-sama oleh warga seloah melalui subsidi silang dari mereka yang ekonominya lebih mampu. Mampu dalam menangani masalah pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.











3 komentar:

  1. It's stunning post. I liked it.
    http://www.islamicblog.co.in/

    BalasHapus
  2. mbak ayu... mohon bantuannya mbak...
    saya lagi cari buku ini juga untuk ngeresume...
    tapi g ketemu2..
    mohon informasinya mbak,.
    sebelumnya terimakasih... :)

    BalasHapus
  3. mbak ayu... mohon bantuannya mbak...
    saya lagi cari buku ini juga untuk ngeresume...
    tapi g ketemu2..
    mohon informasinya mbak,.
    sebelumnya terimakasih... :)

    BalasHapus