Jumat, 22 Mei 2009

Jurnal Bahasa Inggris


Mengantisipasi Jebakan Globalss
Peran Pemimpin Pendidikan
Akhir Sejarah, Kematian Ideologi dan Menglobalkan Segala Sesuatu
Francis Fukuyama (1992), theorist sosial Amerika menyatakan akhir sejarah, kematian ideologi dan datangnya peradaban global. Globalisasi menjadi topik pembicaraan di mana-mana. Penyatuan menjadi tema utama, datang bersamaan dengan ekonomi, industri, komunikasi, media, hiburan, budaya, dan orang-orang menjadi universal, Utopia post historis (tidak melihat sejarah). Realisasi dari teori ini menawarkan Pencerahan dari universalitas, peradaban yang bersatu.
Datangnya masyarakat global juga akan menjadi masyarakat ilmu pengetahuan, peran pemimpin pendidikan didesak untuk menjadi pusat dan bertujuan: penentuan keahlian dan sikap yang dibutuhkan oleh orang muda dan pembelajar berkelanjutan; susunan kurikulum global yang tepat; pengembangan teknologi yang sesuai dengan pedagogi; spesifikasi standar universal yang pelaksanaannya dapat dievaluasi; sistem managemen agar kesuksesan dapat dicapai.
Sebelum itu, ada baiknya berhenti sebentar dan bertanya apakah Fukuyama dapat salah? Apakah akhir sejarah hanyalah tahap dari sejarah-akhir dari proyek Pencerahan dari universalitas yang ditawarkan kepada masyarakat? Apakah kematian ideologi hanya pragmatisme liberal AS dan proyek sosial demokrasi Eropa? Apakah datangnya peradaban global hanya fantasi Barat yang berdasar pada penilaian yang berlebihan pada kesusksesan misionaris di antara penduduk asli?
Mungkin demikian. Dan jika begitu, apa kemudian peran pemimpin pendidikan? Apa peran sejarah yang dapat menginformasikan pemahaman mereka? Ideologi apa yang dapat membenarkan aksi mereka? Visi apa dari peradaban yang dapat menguatkan pekerjaan mereka? Apa yang ditawarkan oleh pengetahuan yang dapat mendukung kurikulum mereka? Motivasi apa yang dapat membentuk pedagogi mereka? Nilai-nilai apa yang dapat mendukung evaluasi dari pelaksanaan mereka?
Hal-hal tersebut adalah persoalan besar yang kita semua perjuangkan. Fakta bahwa perjuangan tersebut begitu sulit dan terus-menerus dalam pengalaman sehari-hari mengatakan kepada kita bahwa Fukuyama telah salah.
Menata Masa Kini, Melepaskan Jebakan Global
Pada tahun 1996 Martin dan Schumann, dua jurnalis investigasi yang bekerja untuk Der Spiegel, diterbitkan menjadi Die Globalisierungsfalle: Der Angriff auf Demokratie und Wohlstand. Buku tersebut menjadi best-seller di Jerman. Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun berikutnya menjadi The Global Trap: Globalisation and the Assault on Democracy and Prosperity (Jebakan Global: Globalisasi dan Serangan Terhadap Demokrasi dan Kemakmuran) dan menjadi best-seller internasional. Menempatkan dinamika kekuatan global dengan tepat dalam perumusan kembali (reformulasi) kapitalisme global yang sekarang ini diadopsi dari AS. Martin dan Schumann mengatakan bahwa kekuatan ini dapat dikatakan tidak hanya merusak kedaulatan negara-negara di dunia tapi juga mengancam keutuhan negara di mana kekuatan ini berasal.
....’kapitalisme-turbo’, yang dalam skala dunia pada saat ini terlihat tidak dapat dihentikan, menghancurkan dasarnya sendiri karena hal itu merusak stabilitas demokrasi dan kemampuan negara untuk berfungsi. Perubahan untuk mengikuti jaman dan redistribusi kekuasaan dan kemakmuran mengikis entitas sosial lama dengan lebih cepat daripada aturan baru yang sedang dikembangkan. Negara-negara yang sudah lama menikmati kemakmuran sekarang merusak substansi sosial kohesi (kepaduan) mereka lebih cepat daripada mereka merusak lingkungan.
Proses perusakan sosial ini paling jelas pada negara berkembang di mana, seperti Michael Chossudovsky katakan, kebijakan yang dijalankan oleh turbo-kapitalisme mengakibatkan kemiskinan global.
Pada negara berkembang, beban utang luar negri telah mencapai dua triliun dolar: keseluruhan negara menjadi tidak stabil sebagai konsekuensi dari jatuhnya mata uang dunia, sering mengakibatkan pecahnya perselisihan sosial, konflik etnis dan perang sipil... Sejak krisis utang terjadi di awal tahun 1980-an, pencarian keuntungan maksimal diatur oleh kebijakan makro-ekonomi, yang mengarah pada pembongkaran institusi negara, meruntuhkan batas ekonomi dan memiskinkan jutaan orang.
Kebijakan ini menghasilkan 20:80 di dunia global di mana 20 persen negara yang paling makmur mengontrol 80 persen negara makmur dan 80 persen negara yang paling miskin puas dengan 20 persen kemakmuran. Seperti yang Martin dan Schumann amati,
Kelima negara yang paling makmur menentukan 84,7 persen gabungan GNP dunia; 84,2 persen rekening warga negaranya untuk perdagangan dunia dan memiliki 85,5 persen tabungan di rekening domestik. Sejak tahun 1960 jurang antara lima negara terkaya dan termiskin telah lebih dari dua kali lipat...
Pengaruh dalam ekologi juga sama, walaupun terdapat usaha nyata untuk mengontrol bencana ekologi.
Pola global dari penggunaan sumber daya tetap sama sejak konferensi spektakuler UN mengenai lingkungan dan pembangunan yang diadakan di Rio de Janeiro tahun 1992. 20 persen negara paling kaya menghabiskan 85 persen kayu dunia, 75 persen logam yang diproses dan 70 persen energi.
Seperti yang Martin dan Schumann juga amati, reorganisasi aktivitas ekonomi dalam masyarakat dunia pertama bergerak ke arah peniruan dari pola ini dalam reorganisasi internal aktivitas ekonomi. Di AS dan sedikit meluas di Eropa, pola distribusi ketenagakerjaan, konsumsi dan kesejahteraan mendekati masyarakat 20:80.
Hasilnya, seperti yang Bauman katakan, adalah proses globalisasi pada saat ini adalah proses pemisahan dan pengeluaran dari integrasi dan kesatuan. Kesalahan distribusi dari kesejahteraan dan aktivitas ekonomi membuat tidak stabil, secara politik dan sosial, dalam dan di antara negara-negara. Globalisasi pasar bebas muncul bukan untuk menghasilkan universalitas, masyarakat adil seperti yang dijanjikan, tapi lebih pada kondisi polarisasi (pertentangan) dan maldistribusi, karena hak istimewa dan ekslusifitas yang membuat politik, sosial, ekologi dan ekonomi menjadi tidak stabil dan tidak berkelanjutan.
Globalisasi dan Ketidakpuasannya
Globalisasi bukanlah proses yang baru. Banyak komentator menyatakan, perpindahan ide, artefak dan manusia adalah bagian yang konstan dari sejarah manusia. Apa yang baru muncul adalah kecepatan dari perpindahan-perpindahan tesebut yang disempurnakan pada saat ini dan relatif lebih lemah karena halangan-halangan dari dari gerakan yang sebelumnya sudah disusun oleh negara dengan maksud untuk mengatur integritas budaya, politik dan sosial mereka.
Globalisasi juga bukanlah proses yang evolusioner, terintegrasi dan singular. Faktanya, proses globalisasi terjadi dalam dimensi yang berbeda-beda, pada nilai yang berbeda dan dengan efek yang berbeda. Beberapa dari proses ini saling berhubungan. Beberapa independen dan tak diharapkan, yang lain bertentangan konsekuensi. Permasalahan menjadi kompleks jika kita mengalamatkan persoalan pada bagaimana pemimpin pendidikan merespon berbagai globalisasi ini, kita perlu berpikir melalui beberapa perbedaan ini dan menjelajahi kemungkinan untuk membuat perubahan.
Ketika berkembang tulisan-tulisan mengenai globalisasi yang dapat mengarah pada kekacauan, muncul persetujuan umum mengenai beberapa dimensi kunci. Ketidakpuasan berpusat pada empat persoalan utama: globalisasi teknologi, keuangan, produksi dan budaya.
Teknologi
Ada sedikit keraguan bahwa inovasi teknologi memfasilitasi banyak proses globalisasi. Teknologi baru dalam berkomunikasi menyebabkan akses langsung pada jumlah yang luar biasa dari informasi dan kecepatan transfer informasi di antara mereka yang memiliki akses pada teknologi. Demikian pula, inovasi teknologi pada proses produksi menyebabkan aneka ragam hasil produksi dan penurunan biaya yang signifikan. Lagi-lagi inovasi pada teknologi transportasi menyebabkan kecepatan perpindahan komponen (bahan dasar) dan produk dan menyatukan mereka tepat pada waktunya dalam proses produksi.
Ada juga, karena semua inovasi ini, terdapat hal-hal yang tidak bisa diantisipasi dan tidak diinginkan. Mekanisme komunikasi yang dikembangkan oleh teknologi baru ini, di samping usaha terbaik bagi badan hukum dan pemerintah untuk mengontrol mereka (teknologi), sebenarnya anarki. Mereka (teknologi) dapat digunakan untuk kampanye terpusat dan meluas untuk melawan kebijakan perusahaan dan pemerintah. Meraka dapat menjadi tidak aman dikarenakan virus atau ditembus oleh hackers yang mencari akses rahasia perusahaan dan pemerintah. Mereka dapat digunakan untuk menyampaikan keterangan yang salah. Mereka dapat digunakan untuk koordinasi kriminal dan aktivitas yang tidak menyenangkan bagi masyarakat-contohnya distribusi obat, pornografi, pedofilia. Mereka dapat digunakan untuk memfasilitasi penyebaran informasi pribadi yang rahasia menjadi sistem komersil dan pengamatan pemerintah. Mereka dapat digunakan untuk pembajakan hak cipta dan membuang kepemilikan ide intelektual.
Keuangan
Tanpa ragu, pengguna utama dan mungkin orang yang paling mengambil keuntungan dari teknologi baru dalam berkomunikasi adalah pasar keuangan. Menurut Bank of International Settlements, transaksi dalam pertukaran asing dan saham sekarang mendekati dua triliun dolar sehari. Ini kira-kira sama dengan pengeluaran tahunan ekonomi Jerman atau empat kali nilai total produksi dunia dari minyak mentah. Tidak negara maupun bank sentral, secara individual maupun kolektif, dapat secara signifikan mempengaruhi aliran sebesar ini.
Dua efek yang menyebabkan terjadinya aliran ini merupakan hal yang penting. Pertama, aliran sebesar ini dikarenakan keuntungan (dan kerugian) bertambah dari selisih yang sangat kecil dari mata uang. Jadi motivasi dari pedagang kurs asing adalah memanfaatkan selisih ini daripada mengambil posisi jangka panjang yang berhubungan pada nilai real dari aktivitas produksi di negara bagian tertentu. Hasilnya adalah sesuatu yang mirip dengan cassino effect, yang mendestabilisasi kurs dengan aliran modal yang tak dapat diprediksi.
Kedua, saham dan terutama alat-alatnya seperti bursa berjangka dan perdagangan derivatives, menyebabkan pemisahan lebih jauh antara aset surat saham dan kapasitas produksi dari firma dan negara tertentu. Efeknya terus-menerus yaitu fluktuasi ekstrim dari modal dan memunculkan spekulasi yang dapat tiba-tiba membuat kolaps dengan konsekuensi yang mengerikan untuk firma, industri, negara dan institusi keuangan itu sendiri.
Kombinasi dari aktivitas keuangan ini akan mengganggu kestabilan ekonomi dunia. Martin dan Schumann mengutip kata-kata bankir New York Felix Rohatyn
...potensi tersembunyi yang mematikan dalam kombinasi alat-alat keuangan baru dan teknik perdagangan mutakhir dapat memicu rantai reaksi yang merusak. Pasar keuangan dunia pada saat ini menghadapi bahaya yang lebih besar terhadap stabilitas daripada senjata atom.
Satu efek lebih jauh dari perputaran modal keuangan adalah munculnya tax havens. Offshore havens itu harus menanam modal mereka melampaui modal yang bisa dicapai pemerintah dan untuk menghindari pajak dan pemeriksaan. Menurut statistik IMF, total pada kelebihan dua triliun dolar diatur atas nama berbagai offshore negara kecil, melebihi pencapaian negara dimana uang itu dibuat.
Pengabaian kontrol pada modal menyebabkan dinamika yang secara sistematis menghilangkan kedaulatan negara, yang selama ini mengakibatkan anarki. Negara kehilangan hak untuk memungut pajak. Pemerintah menyerah pada pemerasan (oleh kriminal) dan polisi kehilangan kuasanya untuk mengatasi organisasi kriminal karena mereka tidak punya modal.

Produksi
Teknologi dan aliran keuangan adalah komponen yang penting sekali dalam proses produksi. Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa aliran ini akan selalu melalui proses kompetisi, ke arah peningkatan efisiensi produksi yang kemudian menghasilkan keuntungan. Asumsi-asumsi ini ditemukan pada proyek neo-liberal dari pasar laissez-faire pada skala dunia. Prakteknya terhubung pada dua proyek: pengurangan biaya input (teknologi, bahan-bahan dan terutama tenaga kerja) dan reorganisasi konsumsi (pasar).
Globalisasi informasi dan teknologi transportasi menyebabkan adanya proses kompetisi untuk menurunkan biaya bahan-bahan dan tenaga kerja melalui perpindahan produksi ke negara-negara dengan standar lingkungan dan biaya tenaga kerja terendah, hingga merusak standar lingkungan dan perlindungan tenaga kerja. Efeknya jelas, tidak hanya di negara berkembang, di mana kompetisi pada modal dan produksi sangat kuat, tapi juga antara negara industri dan negara berkembang. Hasil dari kompetisi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi.
Negara yang paling makmur dan paling produktif dalam dunia industri juga berubah menjadi negara dengan upah terendah... tahun 1995 empat per lima dari semua pegawai dan pekerja laki-laki di AS berpenghasilan 11 persen lebih rendah daripada yang mereka dapatkan pada tahun 1973.
Lebih jauh, pada sisi konsumsi, globalisasi menyebabkan reorganisasi pasar. Privatisasi fungsi negara dan perusahaan, penggabungan perusahaan ukuran kecil dan menengah, kolektivisasi pertanian di bawah kontrol badan hukum/korporasi, kontrol pasar lokal melalui monopoli, semua menciptakan pasar di mana tidak ada sebelumnya, atau reorganisasi pasar dengan cara mengsubordinasikan mereka menjadi perusahaan global.
Hal ini mungkin dapat meningkatkan efisiensi ekonomi global dengan baik. Tapi juga menyebabkan efek yang berlawanan (paradox) dari kekuatan kontrak pembelian yang mengarahkan pada over produksi. Keynes menyatakan solusi yang mungkin dalam paradox ini yaitu dengan ekonomi tertutup-dorongan permintaan dari negara. Tetapi, ekonomi global bukanlah sistem tertutup dan dalam negara global tidak ada yang dapat menjalankan tanggung jawab tersebut. Hasilnya, seperti yang Chossudovsky ingatkan kepada kita
Kemiskinan adalah sisi lain yang ditawarkan dari keadaan ini. Kemunculan pasar-pasar yang dibuka bersamaan pemindahan sistem produksi yang sudah ada, perusahaan ukuran kecil dan menengah menjadi bangkrut atau diharuskan memproduksi untuk distributor global, perusahaan negara diprivatisasi atau ditutup, produsen pertanian independen menjadi miskin.... Perluasan pasar untuk perusahaan global membutuhkan pemecahan menjadi kepingan dan merusak ekonomi domestik. Hambatan perpindahan uang dan barang dihilangkan, kredit diregulasi (diatur kembali), tanah dan kepemilikan negara diambil alih oleh modal asing.
Budaya
Hasil dari penerapan teknologi, keuangan, dan produksi dalam konteks pasar bebas global jelas tidak universal, demokratis seperti yang digambarkan oleh pendiri Pencerahan, tidak juga De Tocqueville yang melihat kemungkinan dari masyarakat seperti ini yang lahir di AS. Ketika pendukung dari pasar bebas mendorong kita untuk percaya bahwa pasar bebas global akan menghasilkan (pada akhirnya) kemenangan dari ‘kapitalisme demokrasi’, fakta yang terjadi tidak mendukung hasil akhirnya.
Secara empiris dan historis akan muncul budaya ekonomi laissez-faire yang faktanya bertentangan dengan praktek dari negara demokrasi.
...’kapitalisme demokrasi’-penyatuan kosong dari setiap neokonservatif-yang menandakan (atau menyembunyikan) hubungan permasalahan yang dalam. Hal normal yang terjadi bersamaan dengan pasar bebas adalah tidak stabilnya pemerintahan demokrasi. Politik yang mudah berubah karena ketidakstabilan ekonomi... demokrasi dan pasar bebas adalah pesaing dan bukan partner.
Secara historis, berkembang suatu pendekatan ekonomi laissez-faire yang telah ada di Inggris dari tahun 1840 sampai 1870. Itu adalah eksperimen jangka pendek yang bertepatan dengan periode ledakan ekonomi, ledakan yang biaya sosialnya secara politik tidak bisa disokong. Hasilnya bukanlah pembebasan dari negara pada ekonomi laissez-faire, tapi lebih kepada perluasan dari monopoli yang demokratis dan reformasi-reformasi (termasuk campur tangan dalam Education Act tahun 1870) yang membatasi pasar bebas demi kohesi sosial.
Reformasi-reformasi ini tidak menggambarkan pelaksanaan dari bentuk komprehensif apapun. Tapi di akhir abad mereka telah mengakhiri ringkasan periode laissez-faire ekonomi di Inggris. Dengan kemunculannya pada PD I dasar dari negara kesejahteraan (welfare state) terletak di Inggris.
Budaya Inggris Victoria, satu yang perhatian pada stabilitas sosial, perluasan monopoli, perlindungan pada keluarga tradisional, pemeliharaan budaya hormat, tata tertib dan tradisi, hal-hal seperti ini mendesak dan membatasi pelaksanaan pasar bebas.
Kemunculan kembali laissez-faire sebagai dasar dari pasar bebas global adalah fenomena di abad 20. Diprediksi melalui perubahan budaya yang melihat proyek sosial demokrasi dari negara kesejahteraan diliputi oleh budaya firma yang diartikulasikan melalui konstruksi pasar bebas global. Ini pada dasarnya adalah proyek Amerika (walaupun serupa dengan Thatcher di Inggris, Lange di New Zealand, dan Howard di Australia): satu yang dibutuhkan transformasi budaya Amerika menjadi masyarakat di mana demokrasi, inklusi dan perbaikan kemiskinan dan penderitaan bukan lagi masalah dari pembagian tanggung jawab sosial. Meskipun fakta bahwa ini merupakan dasar permasalahan kesejahteraan pasca-perang melalui mekanisme New Deal. Lebih jauh, proyek ini tidak lagi tebatas pada penciptaan ekonomi laissez-faire di AS, tapi terlihat lebih pada perluasan basis global. Ini adalah budaya, sama seperti proyek ekonomi.
Inti dari proyek ini adalah perubahan budaya yang signifikan: pengacuhan negara sebagai kendaraan untuk kohesi sosial dan perlindungan individu, pembentukan deregulasi pasar kerja dan resiko privatisasi dan individualisasi. Dalam mekanisme ini disertai pembentukan laissez-faire di Inggris pra-Victoria.
Tujuan utama dari reformasi Poor Law adalah serah-terima tangung jawab untuk perlindungan terhadap ketidakamanan dan kemalangan dari komunitas kepada individu dan untuk mendorong masyarakat agar menerima pekerjaan pada tingkat gaji berapapun yang ditawarkan oleh pasar. Prinsip yang sama telah diinformasikan pada banyak reformasi kesejahteraan yang didasari pengaturan kembali pasar bebas di akhir abad 20.... Reformasi institusi kesejahteraan memaksa orang miskin untuk mengambil pekerjaan apapun yang tersedia, mengikis aturan upah dan kontrol pendapatan lainnya, dan membuka ekonomi nasional untuk diatur oleh pasar beabas global, menjadi pusat dan dasar kebijakan neo-liberal selama tahun 1980 dan 1990 di seluruh dunia.
Terjadi, karena hal-hal tersebut, perubahan budaya yang implisit pada pembentukan pasar bebas global: ke arah penurunan tanggung jawab bersama dari masyarakat untuk semua anggotanya dan pembukaan budaya individualisme yang kompetitif. Ini cocok dengan permintaan budaya yang ditransformasikan dari demokrasi di mana operasi pasar ditempatkan di luar pencapaian negara demokrasi.
Seperti yang Karl Polanyi katakan, perubahan ini penting
Akhirnya...kontrol dari sistem ekonomi oleh pasar meliputi konsekuensi pada keseluruhan organisasi dalam masyarakat. Di samping ekonomi diwujudkan dalam hubungan sosial, hubungan sosial diwujudkan dalam sistem ekonomi.
Penciptaan pasar bebas global juga mengimplikasikan terjadinya budaya di mana pasar dibebaskan dari kewajiban sosial dengan melepaskan pengejawantahan mereka pada hubungan sosial dari budaya atau negara.
Tapi apakah memang demikian? Kita, faktanya, terkurung oleh cara yang sama dari perkembangan modal di mana negara dan warganya hanya dapat menerima? Analisis yang lebih luas memperlihatkan indikasi bahwa tidak ada apa-apa, yang secara historis tidak dapat dielakkan, mengenai kemenangan dari proyek global mengenai neo-liberalisme dan adanya fakta sejumlah perbedaan yang sudah ada dan yang mungkin ada. Juga muncul kekuatan politik untuk menekan perbedaan pendapat dengan tujuan untuk menegaskan keunggulan sosial melebihi semata-mata tekanan ekonomi.
Pilihan Kapitalisme, Pilihan Negara
Sebagai contoh, Martin dan Schumann membedakan antara komitmen sosial demokrasi yang anggotanya adalah komunitas Eropa dan komitmen laissez-faire dari AS. Mereka membangun masa kini sebagai medan pertarungan antara kemenangan kapitalisme Amerika, terbebas dari belenggu demokrasi dan negara, dan lahirnya komunitas Eropa yang belum membangun hubungan baru (masih bertahan) anatara proses globalisasi dan negara sosial demokrasi. Pertarungan selanjutnya bertujuan yang sama. Proyek Eropa adalah membangun pasar yang terintegrasi dan sistem politik dengan skala yang sama sebagai lawan dari hegemoni AS. Komitmen Blair dan Schroeder pada politik Jalan Ketiga dapat menjadi indikasi pada kemungkinan ini, walaupun Inggris melanjutkan pertentangan mengenai identitas Eropanya dan Blair menutup hubungan dengan konsensus post-Washington yang mengindikasikan Inggris bukan Eropa. Kuda Troya dan politik Jalan Ketiga mungkin menjadi ‘Thatcher tanpa tas tangan’. Namun, dapat menjadi baik jika pengembangan terintegrasi Eropa secara politik dan ekonomi dapat mengembangkan semangat, keseimbangan, pilihan demokrasi secara sosial, walaupun ada banyak rintangan untuk mencapainya.
Tetapi, seperti yang Gray katakan, perbedaan AS dan Eropa mengenai kapitalisme global bukan hanya alternatif. Faktanya, Eropa dan AS membagi tradisi umum dalam konteks proyek Pencerahan. Dalam hal ini keduanya berbeda dari bentuk kapitalisme yang ditanamkan di kebudayaan lain. Sejarah kapitalisme Rusia di abad 20 adalah sejarah mengenai dua proyek Barat, yang keduanya gagal untuk masuk ke dalam budaya dan tradisi politik Rusia.
Proyek pertama adalah Bolshevisme-usaha radikal memodernisasikan budaya petani miskin oleh negara. Kedua adalah shock therapy dari perkenalan marketisasi mengikuti keruntuhan Soviet. Keduanya gagal. Pada masing-masing kasus pemiskinan dan kematian dari golongan-golongan masyarakat Rusia terjadi. Gray menyatakan dengan yakin bahwa, ketika beberapa dari efek tersebut memberikan kondisi yang tak dapat dihindarkan oleh Rusia pada waktu yang bersangkutan, seperti contoh sebelumnya,
...tragedi dari shock therapy muncul dari fakta bahwa... teori-teori neo-liberal di mana shock therapy terjadi karena mengabaikan dua hal, yaitu memikul kebutuhan manusia dan keadaan dan tradisi Rusia.
Asumsi-asumsi tersebut mengabaikan dua hal, pemusatan negara di bawah sistem Soviet dan kelompok kriminal yang menyebabkan keberlangsungan kehidupan sehari-hari berada dalam sistem yang tidak stabil yang membuat keruntuhan lebih cepat.
Hasilnya, seperti yang Stehen Handelman telah amati, adalah:
Alat utama dari tersedianya modal untuk investasi domestik mengikuti keruntuhan Soviet (selain pinjaman asing) adalah peti simpanan dari partai komunis dan obshchaki, peti harta benda dari Thieves World (Dunia Kaum Tangan Panjang). Modal disalurkan ke perusahaan-perusahaan komersil, bank, toko-toko mewah dan hotel. Hal ini bukan hanya memicu ledakan konsumsi Rusia pertama kali tapi juga menggabungkan birokrat dan gangster menjadi bentuk Rusia yang unik yaitu bos kriminal-kawan kriminal
Permasalahan bagi Rusia kemudian bukan pada susunan pasar tapi pada susunan negara yang kuat yang dapat menjamin aturan hukum dan memperbaiki institusi-institusi lain dari negara yang dapat membuat masyarakat yang utuh menjadi mungkin.
Seperti yang Gray catatkan: ‘Pada Asia lainnya, kapitalisme juga memperlihatkan perbedaan signifikan satu dari yang lainnya,juga dari kapitalisme Barat.’ Seperti yang Gray katakan, kasus Jepang memberikan contoh berlanjutnya budaya dan struktur dari masa lalu yang feodal.
Perusahaan Jepang berkembang karena perubahan pada institusi yang diwarisi dari abad pertengahan. Ekonomi industri modern yang mulai dikembangkan Jepang pada dekade terakhir dari abad 19 memasukkan tata tertib sosial yang merupakan bagian paling vital yang terus menerus. Dipelopori oleh kelas ksatria yaitu samurai, modernisasi Jepang dimungkinkan terjadi karena tata tertib feodal yang merupakan titik awal tidak putus.
Hasil dari masyarakat feodal telah menjadi dasar kelas menengah, yang menjalankan jaringan kepercayaan lebih dari perjanjian dan yang memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi dan pemeliharaan dari wa (harmoni) antara kepentingan yang berkompetisi.
Sebaliknya, kapitalisme China yang berdasar kepercayaan dalam keluarga dan kepercayaan pada masalah yang penting jarang diperluas ke luar keluarga. Bisnis keluarga adalah inti kapitalisme China yang tidak sama dengan model firma dan pemikiran ekonomi yang berkarakteristik kapitalisme Barat. Juga tidak banyak persamaan dengan kapitalisme Jepang.
Sangat banyak perusahaan transnasional yang berbeda dengan kapitalisme Jepang, dengan budaya kerjasama dan kesetiaan mereka yang kuat, terbuka pada bimbingan pemerintah tapi memperlihatkan derajat otonomi yang tinggi pada strategi mereka, tidak punya lawan di antara bisnis China.
Meskipun demikian, skala kapitalisme China mengesankan. Selain potensi tanah daratan China itu sendiri, 40 juta anggota dari diaspora China secara kolektif mempunyai produk senilai 150-100 juta dolar. Bisnis mereka tersebar di seluruh Hong Kong, Singapura, Taiwan, Indonesia, Malaysia dan Filipina.
...secara khusus kecil, hubungan keluarga internal dan eksternal mereka-ketergantungan dan pribadi. Mereka percaya pada guanxi-koneksi, kewajiban timbal balik dan hubungan perundingan jangka panjang-lebih dari kewajiban perjanjian formal untuk persediaan dan dukungan mereka. Bahkan ketika bisnis China menjadi besar mereka tetap merupakan firma keluarga, dengan keputusan yang paling penting diambil oleh kepala keluarga, yaitu ayah. Baik di Taiwan dan China daratan perusahaan-perusahaan besar hampir selalu dimiliki negara. Bila keluarga memiliki bisnis yang besar, sering dihubungkan mereka mendapat perlindungan politik, atau karena mereka punya spesialisasi pada industri tertentu seperti perkapalan atau properti.
Kapitalisme Korea beda lagi di mana keluarga meluas menjadi klan-seperti susunan atau chaebol. Seperti yang Gray catatkan:
Chaebol Korea adalah institusi paternalistik, dengan pendiri keluarga tetap berposisi sebagai pembuat keputusan. Tapi mereka mengelola perusahaan dengan bekerja sama, sering mengarah pada dominasi pasar monopolistik atau oligopolistik, meluas ke luar keluarga.
Apa yang terlihat jelas dari laporan empiris dari berbagai kapitalisme dari dunia modern masing-masing menunjukkan kesepakatan bersama antara pasar, budaya, teknologi dan struktur sosial, termasuk negara. Lebih jauh, ketika inovasi teknologi merupakan mesin penggerak untuk merubah masing-masing situasi ini, terlihat sedikit fakta mengenai penyatuan model dari pasar bebas global yang dipelopori AS. Di tempat lain pun terlihat kecenderungan untuk mengabaikan negara serta menerima individualisme anarki dan kekuatan pasar tanpa halangan.
Negara yang Bertambah Buruk
Adalah Marx yang pertama meramalkan negara yang bertambah buruk-walaupun menurutnya hal ini terjadi sebagai akibat dari kemenangan para pekerja. Ironisnya, di akhir abad 20 ancaman terlihat datang dari kemenangan modal. Tetapi, meskipun diserang terus-menerus, negara masih tetap ada. Tentu saja, ada beberapa alasan bijak untuk keberlangsungannya. Pertama, seperti yang Adam Smith katakan beberapa waktu lalu, pasar hanya dapat ada ketika mereka dijamin oleh negara. Pasar pada level yang paling dasar membutuhkan kerangka kerja legislatif dan yudikatif yang menyediakan ketetapan dan kepastian dari masalah-masalah seperti pelaksanaan kontrak hukum yang diakui. Lebih jauh, negara dibutuhkan untuk memberi jaminan dan catatan kepemilikan properti. Lagi, karena negara adalah dasar dari pemeliharaan sosial dan stabilitas politik, juga merupakan dasar stabilitas ekonomi dari lingkungan di mana firma itu beroperasi.
...negara yang berkuasa bukanlah aktor kecil di dunia ekonomi yang kebijakannya mudah dielakkan. Mereka memegang peranan yang adil... Jika benar bahwa korporasi dapat melihat-lihat dunia untuk pajak dan pengaturan rezim yang mereka inginkan, juga benar bahwa resiko politik meningkat di banyak bagian dunia. Ketika negara rapuh maka lebih sulit untuk mengatur perpindahan produksi dan modal: tapi juga lebih sulit untuk bisnis berlangsung dengan menahan hubungan korporasi dengan pemerintah. Itu adalah batas kekuasaan keduanya, negara dan korporasi.
Multinasional tidak punya dan tidak bisa menanggung peran stabilisasi negara. Hasil dari negara yang berkuasa bukanlah mengenai menjadi absolut, walaupun beberapa dari kunci tanggung jawab mereka secara jelas dilemahkan oleh serangan terus-menerus dari pelaku pasar bebas. Ini diketahui oleh Bank Dunia dalam laporan perkembangan tahun 1997, dinyatakan bahwa:
Tentu, negara yang dikuasai pembangunan telah gagal. Tapi juga pembangunan tanpa negara... Sejarah telah berulang-ulang menunjukkan bahwa pemerintahan yang baik bukanlah kemewahan tapi kebutuhan vital. Tanpa negara yang efektif, pembangunan terus-menerus/berkelanjutan, baik ekonomi maupun sosial, tidak mungkin.
Apa yang korporasi butuhkan dari negara adalah stabilitas, dapat diandalkan dan kerangka legislatif yang konsisten di mana mereka dapat mengejar kepentingan mereka. Tetapi, lebih banyak lagi yang diinginkan warga negara dari negaranya.
...keamanan dari kekacauan sipil dan kekerasan kriminal bukanlah keseluruhan dari yang orang-orang inginkan dari pemerintah mereka. Mereka menginginkan keamanan dari kemiskinan, pengangguran dan pengusiran. Jika fungsi perlindungan negara tidak meluaskan kontrol pada resiko-resiko ini maka pemerintah tidak akan dirasakan sebagai pemerintahan yang sah oleh warga negaranya.
Bertambah jelas, persyaratan dasar legislatif dan institusi politik yang stabil dibutuhkan oleh pasar, keamanan pribadi, kesehatan dan pendidikan untuk warga negaranya.
Mungkin untuk persyaratan ini dapat diartikan lebih sempit dari itu, sebagai contoh, kesatuan wilayah diartikan semata-mata hanya pemeliharaan batas-batas fisik melalui militer; keamanan diartikan sebagai waktu penahanan dari pelanggaran terhadap properti dan orang; kesehatan diartikan sebagai harapan hidup; pendidikan diartikan sebagai standar minimal.
Tetapi, definisi minimal tersebut tidak cocok untuk waktu lama. Resiko-resiko dari apa yang warga negara harapkan dari perlindungan sekarang lebih luas dan membutuhkan lebih signifikan dalam cara dari perjanjian negara. Pada bagian kesatuan wilayah, sekarang harus termasuk tanggung jawab untuk masalah ekologi; pemeliharaan lingkungan yang terus-menerus, rehabilitasi penurunan lingkungan dan batas dari energi yang digunakan. Harus termasuk mekanisme untuk urusan perpindahan populasi dan memastikan proses yang tepat pada tempatnya untuk memastikan suksesnya penggabungan migran-migran tersebut. Dalam bagian keamanan, sekarang harus termasuk tidak hanya keamanan fisik tapi juga aman dari kemiskinan, pengangguran dan pengusiran. Pada bagian kesehatan, sekarang harus didefinisikan perlindungan terhadap resiko kesehatan dan mengembangkan komunitas kesehatan sama baiknya dengan akses universal pada perbaikan yang memadai dari perawatan kesehatan. Pada bagian pendidikan, sekarang harus didefinisikan tidak hanya akses untuk pendidikan dasar universal, tapi akses pad teknologi yang diterapkan untuk ilmu pengetahuan dan pembelajaran seumur hidup yang cocok dengan perkembangan masyarakat pem/terbelajar.
Masing-masing dari persoalan ini berhubungan langsung dengan kohesi sosial yang dengan cepat merubah dunia. Tanpa mekanisme seperti ini pembangunan masyarakat demokrasi yang berdasarkan prinsip inklusi dan saling percaya sebaik inovasi teknologi dan produksi adalah mungkin.
Permintaan-permintaan seperti ini pada negara berjalan dengan baik di luar permintaan minimal dari pasar bebas global. Tetapi, mereka mungkin hanya alternatif untuk munculnya pembagian sosial dan konstruksi dari aparat negara yang represif. Seperti Polanyi, Gray dan Martin dan Schumann amati, ini adalah pelajaran dari sejarah abad 20 yang harus dipelajari. Ada beberapa indikasi yang dapat kita pelajari. Usaha politik untuk menyeimbangkan kembali peran masing-masing negara dan pasar sedang berjalan pada saat ini.
Menyeimbangkan Kembali Negara dan Pasar
Di beberapa negara Barat telah teraniaya oleh praktek neo-liberal, usaha-usaha dibuat untuk mempertimbangkan kembali peran negara. Di beberapa negara Anglo-Saxon (Australia, New Zealand, Inggris, Jerman dan tingkat terbatas AS) perhatian yang besar ditunjukkan pada susunan Jalan Ketiga. Belum jelas apakah Jalan Ketiga, di samping beberapa catatan yang diberikan oleh pembelanya seperti Giddens (1998-2000). Tapi, karena Jalan Ketiga terlihat hanya permainan di kota, maka pantas untuk diuji.
Jalan Ketiga menganggap adanya Jalan Pertama dan Jalan Kedua (sebagai jalan telah lebih dulu ada). Jalan pertama didefinisikan sebagai sosialisme, yang menyebabkan penaklukan pasar untuk mengikuti arahan negara, termasuk produksi sebagai kepemilikan negara. Jalan kedua didefinisikan sebagai neo-liberalisme dan penaklukan negara pada kebutuhan modal, termasuk privatisasi dan marketisasi fungsi negara. Jalan ketiga dianjurkan sebagai kompromi antara jalan pertama dan jalan kedua. Yang lainnya, mengejek secara politik, melihatnya sebagai keterangan retoris pada jalan kedua, yang memberikan jalan kedua legitimasi politik yang lebih besar.
Eichbaum, dalam diskusi Blair/Clinton sebagai pendukung Jalan Ketiga, merangkum lima ide yang merupakan inti dari Jalan Ketiga:
... [A]penolakan terhadap kepemilikan negara; penerimaan perdagangan global dan investasi tak dapat dihindarkan, bahkan diinginkan; pandangan terhadap pasar tenaga kerja harus fleksibel; pandangan terhadap jaring pengaman sosial harus seimbang dan setiap orang mendapat pekerjaan; kepercayaan bahwa defisit anggaran dapat dihilangkan.
Robert Reich, sekertaris tenaga kerja dalam kabinet Clinton berkomentar, jika semua ini tidak terlaksana, ‘Jalan Ketiga bukanlah Jalan Ketiga sama sekali. Akan menjadi Jalan Kedua, seperti yang dikobarkan Reagan dan Thatcher’ (1999: 48).
Menyeimbangkan Negara dan Pasar: Cara Ketiga
Wacana politik pada saat ini berpusat mengenai masalah yang diuraikan oleh Martin dan Schumann: dapatkah ekonomi global laissez-faire direkonsiliasikan dengan pembagian kesejahteraan dan pemerintahan demokrasi? Sejumlah pemimpin politik muncul untuk memikirkannya. Blair, Schroeder dan Clinton masing-masing mengumumkan komitmen mereka pada Jalan Ketiga. Ketika pengertian Jalan Ketiga sebagai proyek politik sedikit tak berbentuk, keadaan ini secara tepat disimpulkan/diringkas dalam tulisan bersama Blair-Schroederer berjudul Europe: The Third Way/Die Neue Mitte (1999). Mereka mengemukakan: “Fungsi inti dari pasar harus diimbangi dan diperbaiki oleh aksi politik, bukan dihambat olehnya”.
Pernyataan seperti itu mungkin, pada kesan pertama, menunjukkan keinginan untuk menerima apa yang Polanyi dan Adam Smith paling takutkan: subordinasi negara dan persemakmuran menjadi kondisi yang tidak stabil yang dihasilkan karena ekonomi laissez-faire. Tetapi, pendukung Jalan Ketiga menolak bahwa hal ini tidak begitu. Giddens, contohnya, membantah bahwa:
Negara melanjutkan peran dasarnya untuk bermain dalam ekonomi seperti di wilayah lain. Negara tidak bisa menggantikan pasar atau masyarakat sipil, tapi mereka butuh campur tangan pemerintah. Pemerintah seharusnya menciptakan stabilitas makro-ekonomi, memajukan investasi dalam bidang pendidikan dan infrastruktur, meratakan jaminan kesempatan individu untuk merealisasikan diri. Sistem kesejahteraan yang kuat, bukan jaring pengaman minimal, adalah bagian inti dari paket ini... Masyarakat yang baik adalah mereka yang menyebabkan keseimbangan antara pemerintah, pasar dan tata tertib sipil. Perlindungan dan perbaikan lingkungan sipil adalah kuci pemenuhan politik Jalan Ketiga.
Menurut banyak kritik, hal ini terlihat membahayakan seperti satu dari argumen kunci dari pembangunan ekonomi tradisional: bahwa peran utama dari negara adalah untuk menjamin persediaan modal tenaga kerja dan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pasar dan untuk menjamin stabilitas dan keamanan di antara populasi yang dapat mengganggu proses marketisasi global. Hukum dan tata tertib yang menjadi masalah di sini adalah bagaimana para pemrotes di Davos, Melbourne dan sekarang Praha, di antara yang lainnnya, dapat dikendalikan oleh kekuasaan publik. Peran media adalah untuk memastikan pemrotes itu termarginalkan dan diusir dengan laporang yang menyatakan bahwa protes mereka sebagai komitmen dangkal pada kekerasan dan perusakan negara: pada dasarnya tidak demokratis.
Tetapi, proyek Jalan Ketiga diklaim oleh Giddens lebih dari sekedar pasar humanisme.
Politik Jalan Ketiga, seperti yang saya pahami, bukanlah usaha untuk menempati ranah tengah diantara sosialisme atas-bawah dan filsafat pasar bebas. Ini dipahami dengan restruktur doktrin demokrasi untuk merespon dua hal, revolusi globalisasi dan pengetahuan ekonomi.
Pembangunan Berasas Kebebasan
Jadi apa kaitan konflik antara hubungan pasar dan negara: konflik antar demokrasi sosial denga laissez-faire; dari ambiguitas Jalan Ketiga? Mungkin hal yang paling seimbang dan koheren dalam hal ini adalah agenda komprehensif dari Amartya Sen. Ia memenangkan nobel ekonomi tahun 1998 untuk dedikasinya bagi perkembangan ekonomi dunia ketiga. Ia adalah ekonom yang mengikuti tradisi Adam Smith yang berkonsentrasi pada kesejahteraan bangsa-bangsa (the wealth of nations) dan filsafat moral. Posisi dasar Sen dapat dilihat dalam bukunya pembangunan berasas kebebasan. Dia menyatakan ada lima landasan empiris dari kebebsan yang termaktub dalam pembangunan yaitu kebebasan politik, fasilitas ekonomi, kesempatan sosial, jaminan transparan dan perlindungan keamanan. Kebebasan-kebebasan ini bersifat saling ketergantungan. Keduanya merupakan tujuan dari pembangunan dan juga terkonstitusi di dalam pembangunan itu sendiri.
Kebebasan tidak hanya tujuan utama dari pembangunan; tetapi juga prinsip. Dalam rangka menjawab secara mendasar pentingnya evaluasi dari kebebasan, kita juga harus memahami hubungan empiris yang menghubungkan kebebasan memahami perbedaan dengan yang lain. Kebebasan politik (dalam bentuk kebebasan berbicara dan hak pilih) membantu meningkatkan keamanan ekonomi. Kesempatan sosial (dalam bentuk pendidikan dan fasilitas kesehatan) memfasilitasi partisispasi ekonomi. Fasilitas ekonomi (dalam bentuk kesempatan untuk berparrtisispasi dalam perdagangan dan produksi) dapat membantu menjamin kepemilikan pribadi sama baiknya dengan jaminan kepemilikan umum untuk fasilitas sosial. Kebebasan dari bentuk perbedaan dapat memperkuat satu sama lain.
Sen merinci lima kebebasan sebagai berikut:
Kebebasan politik, secara luas dipahami (termasuk apa yang disebut hak-hak sipil) kesempatan yang orang punya untuk menentukan siapa seharusnya yang memerintah dan dengan prinsip apa, juga termasuk kemungkinan untuk meneliti dan mengkritik penguasa, punya kebebasan politik untuk berekspresi dan pers yang tidak disensor, menikmati kebebasan memilih di antara partai politik yang berbeda dan seterusnya.
Fasilitas ekonomi berarti kesempatan yang individu nikmati berturut-turut untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi untuk tujuan konsumsi, atau produksi atau pertukaran (kurs)... Proses pembangunan ekonomi meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan suatu negara, mereka digambarkan melalui persamaan peningkatan dari hak ekonomi masyarakat. Jelas bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan kesejahteraan, di satu pihak, dan hak-hak ekonomi individu (atau keluarga), di lain pihak, perhatian mengenai distribusinya adalah penting, untuk menjumlahkan keseluruhannya. Bagaimana jumlah pendapatan didistribusikan akan secara jelas membuat perbedaan.
Kesempatan sosial berarti susunan yang masyarakat buat untuk pendidikan, kesehatan dan seterusnya, yang mempengaruhi substansi kebebasan individu untuk hidup lebih baik. Fasilitas ini tidak hanya penting untuk mengatur kehidupan pribadi (seperti tinggal di hidup sehat dan menghindari pencegahan kematian prematur dan abnormal) tapi juga partisipasi yang lebih efektif dalam aktivitas ekonomi dan politik.
Jaminan transparansi menyangkut kebutuhan untuk keterbukaan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat: kebebasan yang menyangkut orang per orang berdasarkan jaminan keterbukaan dan kejelasan. Ketika rasa percaya itu dilanggar, kehidupan banyak orang-bagian langsung maupun bagian ketiga-akan dirugikan karena kurangnya keterbukaan. Jaminan transparansi dapat menjadi kategori penting dalam kebebasan instrumental.
Perlindungan keamanan dibutuhkan untuk jaring pengaman sosial untuk mencegah pengaruh populasi dari pengurangan kemiskinan yang menyengsarakan, dalam beberapa hal bahkan kelaparan dan kematian.
Berdasarkan pada karakter fundamental dari kebebasan-kebebasan ini, Sen bersandar pada pemahaman instrumental neo-liberalisme yang berhubungan dengan komitmennya terhadap jalan ketiga. Bagi Sen, persoalan ini bukan hanya syarat bagi kebebasan yang memperbesar kesempatan untuk pembangun pasar dan penciptaan kesejahteraan. Pengembangan dari modal manusia di dalam produksi bukanlah sebuah pembenaran bagi bentuk kehidupan yang berharga, baik untuk individu atau untuk masyarakat.
Di sini Sen membedakan antara batasan konsep dari bentuk modal manusia dan konsep pertahanan dalam kapabilitas manusia.
Resiko penyederhanaan yang berlebihan, yang mengatakan permasalahan modal manusia cenderung mengkonsentrasikan agensi manusia yang dapat memperbesar kemungkinan produksi. Sudut pandang kapabilitas manusia berfokus pada kemampuan masyarakat untuk mengarahkan kehidupan di mana mereka memiliki alasan untuk menilai dan memperluas pilihan nyata yang mereka miliki.
Dia mengkontekstualisasikan kebutuhan untuk menginvestasikan bentukan modal manusia di dalam perspektif tujuan sosial yang valuatif (bernilai) yang tidak hanya bersifat ekonomis:
Peran kualitas manusia dalam memproduksi dan melanjutkan pertumbuhan ekonomi, tidak memberi jawaban mengapa pertumbuhan ekonomi dilihat di tempat pertama (dunia pertama). Jika fokus utamanya adalah pada perluasan kebebasan manusia untuk membangun berbagai macam kehidupan yang orang dapat menilainya (kehidupan itu), kemudian peran pertumbuhan ekonomi dalam memperlua kesempatan itu harus diitegrasikan ke dalam pemahaman yang lebih mendasar dari proses pembangunan sebagai pengembangan kapabilitas manusia untuk mengarahkan kehidupan yang lebih bermakna dan lebih bebas.
Dalam pembahasan tentang kebebasan, pembangunan di dalam institusi sosial yang sama baiknya dengan pembangunan pasar, adalah penting.
Keberagaman institusi sosial yang berhubung pada operasi pasar, administrasi, legislatif, partai politik, organisasi non pemerintah, pengadilan, media dan komunitas umum-berkontribusi dalam proses pembangunan dengan tepat melalui pengaruh mereka di dalam memperluas dan melanjutkan kebebasan individual. Analisis pembangunan berhubungan dengan pemahaman yang terintegrasi dari peran masing-masing institusi yang berbeda. Pembentukan nilai dan kemunculan etika sosial juga merupakan bagian dari proses pembangunan yang harus diperhatikan bersamaan dengan bekerjanya pasar dan institusi lainnya.
Apa yang ditawarkan Sen dalam analisis pambangunan yang berasaskan kebebasan adalah pendekatan yang terintegrasi bagi pembangunan berkelanjutan dari kapabilitas manusia dan tingkatan struktur internasional-seperti bentuk tertentu negara, pasar, masyarakat sipil-yang mendukung dan memperluas kebebasan manusia. Pandangan yang menyeluruh memberikan tujuan pembangunan yang dapat mengembalikan ekonomi ke kondisi semula dalam masyarakat. Ini mempertegas kembali pernyataan Adam Smith dalam penilaiannya terhadap tujuan kesejahteraan bangsa-bangsa (the wealth of nations) yaitu pembangunan persemakmuran. Penekanan pada keutamaan individu dan pembangunan sosial melampaui ekonomi secara murni. Lebih jauh, Sen juga menempatkan struktur evaluatif di dalam bagian utama proposalnya, yang salah satunya yang mengatakan bahwa pembangunan dapat dievaluasi oleh individu dan sosial sebagaimana ketentuan ekonomi.
Pengembangan Berasas Kebebasan untuk Pemimpin Pendidikan
Jika kita kembali membicarakan implikasi dari pembangunan berasas kebebasan sebagai pemimpin pendidikan kita dapat memahami bahwa terdapatnya kerangka kerja yang luas dan seimbang untuk menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam inti pencarian dari pengelolaan pendidikan (proses mendidik).
Perspektif yang diutarakan oleh Sen menyediakan seperangkat kriteria yang defensif (pertahanan) melawan baik perkembangan individual maupun sosial yang mungkin diperkirakan. Hal tersebut juga merupakan perspektif yang dapat membuktikan kebebasan dan kebertujuan untuk pendidik dengan cara yang tidak dogmatis. Secara partikular perspektif seperti itu melampaui konstruksi instrumental secara sempit dari kebijakan pendidikan saat ini. Sebagai contoh, pemulihan pendidikan sebagai prioritas nasional dalam kemajuan masyarakat industri yang secara ekslusif berhubungan dengan pertahanan ekonomi nasional di dalam dunia yang kompetitif di mana ekonomi produksi saling susul-menyusul dengan ekonomi pengetahuan. Sehingga, peningkatan dari institusi yang memproduksi pengetahuan dan industri menyediakan puncak kompetisi nasional. Perkembangan dari ekonomi pengetahuan bergantung pada keahlian dan kemampuan untuk melampaui mekanisme yang sesuai dengan bentukan modal manusia. Di dalam kompetisi laissez-faire untuk pasar global, produksi dan keuntungan teknis, institusi pendidikan dipahami sebagai hal yang penting baik di dalam pembentukan keahlian maupun pembentukan sikap. Kompeten secara teknis, ketenangan sosial dan individu yang memiliki kompetisi tinggi, adalah apa yang disyaratkan.
Demokrasi sosial adalah juga waspada terhadap pendekatan laissez-faire yang menghasilkan kesalahan distribusi yang signifikan di antara negara-negara. Karena itu sekolah harus digantikan dengan memperbarui konsekuensi sosial yang terbagi berdasarkan mekanisme yang sesuai dan meyakinkan yang menampung mereka yang tersingkir dan teralienasi di dalam struktur kompetitif dari ketentuan pendidikan tetapi tanpa meberi apa-apa pada mereka.
Sudah jelas bahwa sistem pendidikan yang dibangun berdasarkan ketentuan tersebut akan menghadapi konflik dan kontradiksi serta menghasilkan kekecewaan yang besar bagi sebagain besar yang tersingkir sehingga harus bertanggung jawab. Lebih jauh, sebagaimana Ashton dan Green ucapkan, percampuran keahlian yang disyaratkan oleh ekonomi pengetahuan tidak bisa diprediksi. Inovasi teknologi yang konstan menuntut seperangkat keahlian baru yang berkelanjutan dan bagaimana keahlian itu dapat diterima nantinya. Kedua, mayoritas masyarakat berteknologi tinggi membutuhkan keahlian teknis yang lebih tinggi pula. Teknologi ini digunakan untuk menggantikan keahlian buruh-contohnya dalam industri komputer itu sendiri yang mendapat pengaruh dari pembaruan ini. Ketiga, sebagaimana diungkapkan oleh Bernstein tiga dekade lalu, sekolah tidak mengkompensasikan apa-apa bagi masyarakat, bahkan jika sekolah menghasilkan lulusan melek huruf, kemampuan hitung dan keahlian khusus yang tinggi, yang berada dalam ketidakpastian pasar kerja tidak menjamin bahwa semuanya mendapat pekerjaan yang baik. Lebih jauh lagi, jika ada pekerja dengan keahlian tinggi dengan jumlah berlebihan mengakibatkan mereka dibayar murah. Pengaruh terbesar dari kejadian ini adalah perpindahan dari ribuan pekerjaan memprogram komputer dari negara dengan dana besar seperti Amerika Utara dan Eropa hingga kota di India seperti Bangalore.
Jadi, bentukan modal manusia dan sistem pengelolaan pendidikan swadaya tidak bisa menjamin kemakmuran individual maupun perubahan ekonomi dan divisi sosial di dalam maupun di antara berbagai negara. Bagaimanapun, masih terdapat kemungkinan bahwa sistem pendidikan yang berdasarkan komitmen dari lima prinsip kebebasan yang diungkapkan Sen itu dapat mengatasi permasalahan tersebut, khususnya jika aktivitas ekonomi dan politik pada institusi yang lain dinilai bertentangan dengan kriteria awal.
Peran Pemimpin Pendidikan
Dari titik ini memungkinkan untuk melihat kembali pertanyaan di awal artikel ini: apa peran pemimpin pendidikan? Apa peran sejarah yang dapat menginformasikan pemahaman mereka? Ideologi apa yang dapat membenarkan prilaku mereka?
Dalam konteks tersebut peran utama dari pengembangan pendidikan dapat artikulasikan sebagaimana institusi pendidikan itu dapat mengembangkan dan mendukung lima prinsip kebebasan di dalam organisasi dan aktivitas mereka. Tapi bukan berarti bahwa prinsip mereka berlaku bagi semua. Tetapi resep tersebut harus dikembangkan oleh berbagai bangsa dan institusi. Akan menjadi prasyarat bagi institusi pendidikan untuk menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ini dipertemukan dengan keadaan masyarakat, kesejarahan, keadaan ekonomi dan politik yang partikular serta sumber daya apa (di dalam ekonomi dan institusi) yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawabnya.
Kedua, kepemimpinan pendidikan ini harus ditempatkan secara historis dan sosial untuk mengartikan komunitas khusus dimana mereka berhubungan. Keadaan ini dan analisis empiris dari kemungkinan individual dan sosial dan batasan mengenai lima kebebasan dapat mengembangkan dasar untuk mengartikan cara-cara khusus yang mengalamatkan kebutuhan pendidikan dari pelayanan individual dan komunitas.
Ketiga, ideologi yang akan membenarkan program pendidikan secara jelas terdapat dalam lima kebebasan dan keseimbangan mengenai pengalaman pendidikan dan aktivisme yang dicakup sebagai hasil analisis dari keadaan lokal.
Keempat, visi dari peradaban yang dapat menggerakkan pekerjaan pendidikan bukan berdasarkan pada kompetisi individu atau keuntungan sosial tetapi peningkatan kebebasan dari semua anggota komunitas untuk mencapai bentuk kehidupan yang dapat dihargai.
Kelima, tawaran dari pengetahuan yang mendukung kurikulum yang akan dijalankan bersamaan pengembangan kebebasan individu dalam konteks pengembangan bentuk institusi yang difasilitasi kebebasan-kebebasan ini: pengembangan bentuk pasar yang tepat, administrasi, badan pembuat undang-undang, partai politik, organisasi non pemerintah, pengadilan, media massa dan komunitas umum.
Keenam, motivasi yang dapat membentuk pedagogi adalah peningkatan perwakilan individu dalam keadaan tertentu di mana individu atau masyarakat tersebut berlokasi.
Ketujuh, nilai-nilai yang dapat menyokong evaluasi dari apa yang telah dilakukan bukanlah sesuatu yang sederhana untuk dipikirkan, untuk melawan ujian standar universal, tapi suatu penilaian dari perbedaan di dalam agensi individu dan sosial yang dicapai sebagai hasil dari kurikulum tertentu dan pedagogi dari institusi individual dan komunitas mereka.
Akhirnya, posisi ini membantu menyelesaikan permasalahan dimana studi administrasi pendidikan saya dimulai 20 tahun yang lalu: menemukan inti dinamika pada inti pencarian kepemimpinan pendidikan. Untuk administrasi pendidikan, disamping kebutuhan untuk analisis empiris, yang secara jelas bukan ilmu alam. Pun dapat meningkatkankan kembali administrasi pendidikan yang di usulkan oleh Greenfield dan Hodgkinson dengan sukses dikerjakan pada dasar dari nilai-nilai yang mereka usulkan.
Bagaimanapun, dapat menjadi mungkin bahwa administrasi pendidikan yang berdasar pada ide-ide pengembangan berdasarkan kebebasan yang diusulkan Sen dapat memastikan bahwa praktek administrasi pendidikan menjadi praktek kepemimpinan pendidikan. Jika kita menemukan jalan keluar dari semak-semak globalisasi maka kepemimpinan akan sangat dibutuhkan.

2 komentar: